Sekilas Fakta Aborsi
Aborsi secara umum adalah
berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah
kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR, 1999)
(www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan
pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran kehamilan sebelum masa
gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.” Definisi
lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan
suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk
bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam
aborsi, yaitu:
1.
Aborsi
Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus
Provocatus Criminalis
3. Aborsi Terapeutik/ Medis
atau Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi spontan/ alamiah
berlangsung tanpa tindakan apapun.Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya
kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus
Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini
dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus
Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan
atas indikasi medik.Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi
mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang
dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.Tetapi ini
semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa
(www.genetik2000.com).
Pelaksanaan aborsi adalah sebagai
berikut.Kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah dilakukan.Makin besar makin
lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di
kilnik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar
kecilnya janinnya.
1. Abortus
untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual
Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang
biasa, tetapi 2 kali lebih kuat).
2. Pada
janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage.
3. Sampai
24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh
lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat
seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam
rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar,
lalu mati.
4. Di
atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga
terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari
tempat pemeliharaan dan perlindungannya.
5. Juga
dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa
(www.genetik2000.com).
Dengan berbagai alasan seseorang
melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan
non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1. Tidak
ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung
jawab yang lain (75%)
2. Tidak
memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak
ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan lain yang sering
dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar
nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang
menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka
tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat
merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.
Alasan-alasan seperti ini juga
diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa
membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar.Semua
alasan-alasan ini tidak berdasar.
Sebaliknya, alasan-alasan ini
hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita,yang hanya mementingkan
dirinya sendiri (www.genetik2000.com).
Data ini juga didukung oleh studi
dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa
hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah),
3% karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh
dengan cacat tubuh yang serius. Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena
alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak
mampu membiayai, takut dikucilkan, malu, atau gengsi (www.genetik2000.com).
Aborsi Menurut Hukum Islam
Dr.
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi
Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat
dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah
setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka
semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para
ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya
ruh.Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi
sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M)
dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum
ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan
karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum
peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam
kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam
kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan
Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma
dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan
pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi
makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan
dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi
dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi
yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi,
1993,Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman
81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada
Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil
Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern,
halaman 91-93;Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai
Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat yang disepakati fuqoha,
yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat
bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat)
bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah
bersabda:
“Sesungguhnya setiap kamu
terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’,
kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’
selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, Ahmad, danTirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah
kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang
sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya
antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh
anak-anak kamu karena kemiskinan.Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan
kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151).
“Dan janganlah kamu membunuh
anak-anak kamu karena takut miskin.Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan
kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31).
“Dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar
(menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
“Dan apabila bayi-bayi yang
dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs.
at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka
aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan,
sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan
pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan
berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat
dalam masalah ini.Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim
Zallum (1998) dan Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998),
hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi
dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari
usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram.
Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniu¬pan ruh
ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari,
maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum,
1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning,
Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan,
Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Dr. Abdurrahman Al
Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman
129 ).
Dalil syar’i yang menunjukkan
bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi Saw
berikut:
“Jika nutfah (gumpalan darah)
telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat
padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya,
penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.Lalu malaikat itu
bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi
laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…” [HR.
Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].
Dalam riwayat lain, Rasulullah
Saw bersabda:
“(jika nutfah telah lewat)
empat puluh malam…”
Hadits di atas menunjukkan bahwa
permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah
sete¬lah melewati 40 atau 42 malam.Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya
adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda
sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam).Tindakan
penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka
pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan
ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang
melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan
tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu
seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna
(10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah
tersebut. Rasulullah Saw bersabda :
“Rasulullah Saw memberi
keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur
dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau
perempuan…” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu
Hurairah r.a.](Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan aborsi pada janin yang
usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak
apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin
karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan
darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal
sebagai manusia.
Di samping itu, pengguguran
nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan ‘azl (coitus
interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan.‘Azl
dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan
yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar
vagina perem¬puan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma,
sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan
tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan
kehamilan.
Rasulullah Saw telah membolehkan
‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya
menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak mengingin¬kan budak
perempuannya hamil. Rasulullah Saw bersabda kepa¬danya:
“Lakukanlah ‘azl padanya jika
kamu suka!”[HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud].
Namun demikian, dibolehkan
melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh
padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam
perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi
seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan
kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh
ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32) .
Di samping itu aborsi dalam
kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan.Sedangkan Rasulullah Saw
telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza wa
Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya.Maka
berobatlah kalian!” [HR. Ahmad].
Kaidah fiqih dalam masalah ini
menyebutkan:
“Idza ta’aradha mafsadatani
ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”
“Jika berkumpul dua madharat
(bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.”(Abdul
Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al
Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang
wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan
mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang
mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang
ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak
lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada
menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan
keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa
aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan
karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak
kuat.Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah
pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu
sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu
belum bertemu.Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam
kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963)
halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai`
al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya
pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan
sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel
sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan,
sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak
akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al
hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum
terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka
pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma
dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak
didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al
hayah). Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum
terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada
sel telur dan sel sperma.Padahal faktanya tidak demikian.Andaikata katakanlah
pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan
kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl.Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya
untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan pada sel sperma
dan sel telur (sebelum bertemu).Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah
Saw. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah
pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan
bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
Kesimpulan
Aborsi bukan sekedar masalah
medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena
manusia mengekor pada peradaban Barat.Maka pemecahannya haruslah dilakukan
secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut
sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan
institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian
digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan
Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan,
yakni sudah ditiupkan ruh pada janin.Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan,
para ulama telah berbeda pendapat.Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun
menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan
setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia
kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram.
Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya
boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Wallahu a’lam [M. Shiddiq
al-Jawi]
Referensi
Abduh, Ghanim, 1963, Naqdh Al
Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp
Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998,
Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta
Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi`
Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Sa’adiyah Putera, Jakarta
Hasan, M. Ali, 1995, Masail
Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo
Persada, Jakarta
Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah
Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta
Uman, Cholil, 1994, Agama
Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci, Surabaya
Zallum, Abdul Qadim, 1998,
Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi
Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan
Mati, Al-Izzah, Bangil
Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail
Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji Masagung, Jakarta