Langsung ke konten utama

Makalah Pengaruh perceraian Terhadap Remaja

BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamnya berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita inginkan dari kejauhan hari, namun ternyata ada beberapa faktor lain yang secara sengaja atau tidak di sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Salah satu akibat yang di timbulkan dengan adnyanya konflik tersebut ialah adanya perceraian, dimana perceraian bukan lagi hal yang asing di Indonesia namun percerain bisa dikatakan sebagai hal yang lumrah dan sudah memasyarakat.
Perceraian tidak saja terjadi pada orang-orang kelas bawah tetapi terjadi pada orang-orang berkelas atas yang mempunyai perekonomian lebih dari cukup, bukan hanya rakyat biasa tetapi perceraian pun bisa terjadi pada seorang figure salah satunya artis, musisi, bahkan terjadi pada ustad-ustad.

Perceraian bukan saja akan merugikan beberapa pihak namun perceraian juga sudah jelas dilarang oleh agama (agama islam). Namun pada kenyataannya walaupun dilarang tetapi tetap saja perceraian di kalangan masyarakat terus semakin banyak bahkan dari tahun ketahun terus meningkat terutama contoh yang lebih konkrit yaitu terjadi kalangan para artis, dimana mereka dengan mudah kawin-cerai dengan tidak memperhitungkan akibat sikis yang di timbulkan dari perceraian tersebut, masalah kecilnya biaya perceraian mereka tidak jadi permasalahan.
Kita sebagai pelajar mestinya tahu bahwa ada beberapa hal yang mesti diperhatikan bahwa akibat dari perceraian itu sangat fatal sekali salah satunya terhadap sibuah hati yang dimana pada saat orang tuanya terjadi perceraian si anak akan merasa terganggu dan merasa kurangnya perhatian bahkan kasih sayang dari orang tua.
Secara psikis tentu perceraian akan sangat mempengaruhi pada perkembangan anak, baik itu ketika masih anak-anak atau ketika sianak sudah mulai remaja.dalam makalah ini akan mencoba membahas bagaimana pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan anak remaja, yang dimana pada remaja akibat yang ditimbulkannya lebih banyak dibanding pada anak anak karena mungkin anak remaja sudah mulai berfikir.
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan anak remaja?
2.      Bagaimana sikap yang ditimbulkan oleh anak remaja ketika kasus perceraian terjadi pada orang tua mereka?
3.      Bagaimana upaya yang harus dilakukan supaya akibat perceraian itu tidak terlalu mempengaruhi pada perkembangan keperibadiannya?
 


BAB II
PEMBAHASAN


A.      Hubungan Remaja dan Orang Tua
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group dari perhubungan laki-laki dan wanita, jadi kelurga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan social yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak.[1]
Secara umum beberapa fungsi keluarga menurut Ogburn, yaitu :
1.         Affectioonal
2.         Economic
3.         Educational
4.         Protective
5.         Recreational
6.         Family status
7.         Religious[2]
Sarwono (1998) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan perimer pada setiap individu. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang luas ia terlebih dahulu ia mengenal lingkungan keluarga, karena itu sebelum seorang anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian keperibadiannya.
Orang tua berpern penting dalam emosi reaja, baik yang member efek positif maupun negatif. Hal ini menunjukan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan yang sangat penting bagi remaja.
Menurut Mu’tadin (2002) remaja sering mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti keinginnannya sendiri.
Situasi ini dikenal sebagai keadaan yang ambivalensi dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini akan mempengaruhi remaja dalam usaha untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitrnya, bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya atau orang lain di sekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali di ungkapkan dengan prilaku-prilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain dan dapat membahayakan dirinya dan orang lain di sekitarnya.
Menurut Naland (1998) ada bebrapa sikap yang harus dimiliki orang tua terhadap anak pada saat memasuki masa remaja :
1.    Orang tua perlu lebih fleksibel dalam bertindak dan berbicara
2.    Kemandirian anak diajarkan secara bertahap dengan mempertimbangkan dan melindungi mereka dari resiko yang mungkin terjadi karena secara berfikir yang belum matang. Kebebasan yang diberikan terlalu dini akan memudahkan remaja tertangkap dalam pergaulan buru, obat-obatan terlarang, aktifitas seksual yang tidak bertanggung jawab.
3.    Remaja perlu diberi kesempatan melakukan ekplorasi positif yang memungkinkan mereka mendapat pengalaman dna teman baru, mempelajari berbagai keterampilan yanh sulit dan memperoleh pengalaman yang memebrikan sebuah tantangan agar mereka dapat berkembang dalam berbagai aspek keperibadiannya.[3]
  1. Keadaan keluarga dan relasi orang tua dengan remaja
Berdasarkan hasil penelitian ternyata bahwa :
1.      Relasi antara orang tua dan anak dalam keluarga menunjukan adanya sebuah keragaman yang luas. Oleh karena itu sukar dan berbahaya untuk menarik garis umum mengenai hubungan-hubungan suatu penggolongan yang bersifat kaku
2.      Relasi antar-pribadi (inter-personal) dalam setiap keluarga menunjukan sifat-sifat yang kompleks.[4]
Namun sebagaimanapun relasi orang tua dan remaja begitu baik, tetap saja dengan adanya masalah yang timbul dalam keluarga itu sendiri terutama masalahantara ibu dan ayah yaitu salah satunya perceraian maka mau tidak mau anak secara tidak langsung akan menjadi korbannya dan sangat berakibat fatal sekali bagi perkembangan ke peribadian remaja.
B.       Definisi Perceraian
Pada awal masa remaja, banyak anak dari keluarga-keluarga yang retak telah tersandung ke dalam sarang lebah malapetaka kaum remaja termasuk nilai-nilai yang merosot, tingkah laku seksual terlampau dini, penggunaan obat-obat terlarang dan tindakan kejahatan. Ada pula sejumlah bukti, meskipun tidak begitu kuat, bahwa anak-anak dari keluarga-keluarga dengan tingkat konflik dan perceraian yang tinggi mengalami lebih banyak depresi, kecemasan dan menarik diri.
Tidak dapat disangkal bahwa anak-anak menjadi sedih dan bila mereka menyaksikan perkelahian orang tuanya. Faktor yang paling berat dalam kasus perceraian adalah bagaimana memberikan pengaruh dan bagaimana memulihkan kembali hubungan yang baik dan stabil, menciptakan keakraban bagi kedua orang tua. Pengaruh orang tua dapat menciptakan kekuatan pada diri anak. Penggaruh ini akan tetap bertahan sampai 5 tahun berikutnya. Kebiasaan mengunjungi masih penting bagi sebagian besar anak. Meskipun demikian, kasus perceraian itu tetap membawa dampak dalam perkembangan sosial dan emosi anak.
Banyak para peneliti menemukan bahwa anak yang diasuh satu orang tua akan jauh lebih baik dari pada anak yang diasuh keluarga utuh yang diselimuti rasa tertekan. Perceraian dalam keluarga, tidaklah selalu membawa dampak negatif. Sikap untuk menghindari suatu konflik, rasa tidak puas. Perbedaan paham yang terus-menerus, maka peristiwa perceraian itu satu-satunya jalan keluar untuk memperoleh ketentraman diri. Perceraian dalam keluarga manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian utama bagi anak-anak akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena “kehilangan” satu orang tua. Bagaimana anak bereaksi terhadap perceraian orang tuanya sangat dipengaruhi oleh cara orang tua berperilaku sebelum, selama dan sesudah perpisahan. Anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan, dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yangdialaminya selama masa sulit ini. Mereka mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial.[5]
C.      Beberapa Faktor Penyebab Perceraian
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari semua kasus perceraian terjadi dalam sepuluh tahun pertama perkawinan. Bahkan dengan maraknya perceraian yang dilakukan oleh kaum selebriti, membuat bercerai menjadi masalah pilihan gaya hidup semata. Angka perceraian terus melonjak.[6]
Menurut Dodi Ahmad Fauzi (Dodi Ahmad Fauzi, 2006 : 4), ada beberapa faktor - faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut :
1.    Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami-istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
2.    Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
3.         Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
4.    Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
5.    Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang. Langkah pertama dalam menanggulangi sebuah masalah perkawinan adalah :
·      Adanya keterbukaan antara suami - istri
·      Berusaha untuk menghargai pasangan
·      Jika dalam keluarga ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baikbaik
·      Saling menyayangi antara pasangan[7]
Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. “Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impulsif,”. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab perceraian orangtuanya. Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya. “Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura.” Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. “Ke depannya, setelah dewasa, anak cenderung enggak berani untuk commit pada suatu hubungan.
Pacaran-putus, pacaran-putus.” Self esteem anak juga bisa turun. “Jika self esteem-nya jadi sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri. Apalagi jika anak sudah besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak digubris, merasa diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan orangtuanya.” Perasaan marah dan kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang wajar,  “Ini adalah proses dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak. Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam kemarahan dan kemudian mengekspresikannya ke tempat yang salah,”
Dan memang, tidak diragukan lagi bahwa perceraian memang memiliki dampak negatif yang sangat serius terhadap kehidupan seseorang, juga masyarakat secara umum, yang diantaranya:
1.    Hilangnya kesempatan bagi suami istri untuk berbuat ihsan dalam bersabar menghadapi beragam masalah rumah tangga yang akan rnmendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat.
2.    Hancurnya mahligai rumah tangga yang telah dibangun suami dan terpecah belahnya anggota keluarga. Ibarat seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali.
3.    Berbagai perasaan cemas dan takut yang muncul menimpa suami manakala berkeinginan untuk menikah lagi. Bahkan, tidak mustahil dia akan merasa kesulitan mengumpulkan modal untuk menikah. Tidak jarang pula para orang tua merasa khawatir untuk menikahkan putri mereka dengannya setelah perceraiannya dengan istri pertama. Hingga akhirnya dia tetap membujang selamanya.
4.    Kembalinya para wanita yang telah dicerai ke rumah orang tua atau wali mereka; bahkan ke rumah orang lain. Hal ini tentu akan menjadi beban mental bagi mereka maupun para wali. Sebab, menetap di rumah orang tua maupun para wali setelah diceraikan suami, tidak sama dengan ketika masih gadis sebelum menikah. Ini adalah satu hal rnyang sangat dipahami wanita.
5.    Sangat sedikit kemungkinan bagi para lelaki untuk menikahi wanita yang telah menjadi janda setelah diceraikan suaminya. Tidak mustahil, setelah bercerai, sang wanita tetap menjadi janda, tidak bersuami. Tentu hal ini mendatangkan berbagai kerusakan dan tekanan batin bagi wanita tersebut sepanjang hayatnya.
6.    Jika ternyata wanita yang diceraikan memiliki anak, maka persoalan menjadi semakin runyam. Sebab, tidak jarang anak-anaknya yang tinggal bersama di rumah para wali wanita akan mengalami berbagai macam permasalahan dalam berinteraksi dengan anak-anak kerabat atau wali wanita tersebut.
7.    Tidak jarang sang ayah mengambil anak dari ibunya dengan paksa, hingga ibu tidak pernah lagi dapat melihatnya; apalagi jika bapak dari anak-anak ini bertemperamen keras, pasti berpisah dengan anaknya akan sangat menyakitkan hatinya.
8.    Semakin menjauhnya ayah dari anak-anaknya. Bisa jadi disebabkan anak-anak tinggal bersama ibu mereka ataupun disebabkan kesibukannya dengan istri baru yang biasanya tidak begitu memperhatikan anak-anaknya ketika tinggal bersama ibu tiri. Akhirnya sang bapak menuai dosa besar karena menyia-nyiakan anaknya. Padahal, Rasulullah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan tiap pemimpin akan diminta pertanggung jawabannya terhadap yang dipimpinnya. Seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggung jawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya… ” (HR Bukhari, Kitabun Nikah no 5188).
9.    Terlantarnya anak-anak disebabkan jauhnya dari ayah mereka dan kesulitan ibu untuk mendidik mereka sendirian. Hal ini akan menjerumuskan mereka bergaul dengan teman-teman yang buruk perangainya. Apalagi pada zaman yang penuh dengan fitnah dan tipu daya ini, tidak jarang anak-anak yang terlantar ini terjerumus ke lembah syahwat dan perzinaan, ataupun mengkonsumsi obat-obat terlarang, sehingga rnakhirnya mereka menjadi sampah masyarakat. Tentulah hal ini sangat tidak diinginkan oleh setiap orang tua yang masih memilki akal sehat dan kehormatan, sebab akan mencoreng arang di muka mereka.
10.Banyaknya kasus perceraian di masyarakat akan menghalangi banyak pemuda dan pemudi untuk menikah, karena ketakutan mereka terhadap kegagalan dan prahara dalam berumah tangga, yang akhirnya melahirkan sikap traumatis. Tentu hal ini akan mendatangkan bahaya besar bagi masyarakat ketika mereka (para pemuda) terpaksa menyalurkan kebutuhan biologisnya kepada hal-hal yang diharamkan syariat, semisal seks bebas, homoseks, lesbi dan penyimpangan seks lainnya.
Perceraian ialah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta benda masing-masing yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka.
Berdampak perceraian dalam pandangan agama (Islam), perceraian adalah sesuatu yang dihalalkan (boleh) tetapi dibenci oleh Allah, atau dengan kata lain sebagai pintu darurat. Hal ini dapat dipahami karena besarnya dampak perceraian yang tidak hanya menimpa suami-istri, tetapi juga anak-anak. Anak-anaklah yang sangat merasakan pahitnya akibat perceraian kedua orang tuanya. Perkembangan psikologi anak-anak brokenhome yang tidak sehat, seringkali berujung dengan narkoba.
Kurangnya perhatian orang tua (tunggal) tentu akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Merasa kasih sayang orang tua yang didapatkan tidak utuh, anak akan mencari perhatian dari orang lain atau bahkan ada yang merasa malu, minder, dan tertekan. Anak-anak tersebut umumnya mencari pelarian dan tidak jarang yang akhirnya terjerat dengan pergaulan bebas.anyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan.[8]
D.      Dampak Perceraian Bagi Remaja
Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat mereka kaget sekaligus terganggu. Maslah yang ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu tampak bahkan bisa dikatakan tidak ada karena ini sifatnya fisikis, namun ada juga berpengaruh pada fisik setelah si remaja tersebut mengalami beberapa akibat dari tidak terkendalinya sikis atau keperibadiannya yang tidak terjaga dengan baik, salah satu contoh si remaja karena seringkali meminum-minuman beralkohol maka lambat laun si remaja akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh yang akhirnya menimbulkan sakit.
Keadaan tersebut jelas akan mempengarhi psikologi remaja untuk keberlangsungan kehidupannya, ada beberapa kebutuhan utama remaja yang penting untuk dipenuhi yaitu:
1.         Kebutuhan akan adanya kasih sayang
2.         Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
3.         Kebutuhan untuk berdiri sendiri
4.         Kebutuhan untuk berprestasi
5.         Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
6.         Kebutuhan untuk dihargai
7.         Kebutuhan untuk memperoleh palsafah hidup yang utuh[9]
Kehidupan mereka sendiri berkisar pada berbagai masalah khas remaja yang sangat nyata, seperti bagaimana menyesuaikan diri dengan teman sebaya, apa yang harus dilakukan dengan seks atau narkoba, ataupun isu-isu kecil tetapi sangat penting, seperti jerawat, baju yang akan dikenakan, atau guru yang tidak disenangi. Remaja sudah merasa cukup sulit mengendalikan kehidupan mereka sendiri sehingga pasti tidak ingin diganggu dengan kehidupan orangtua yang mengungkapkan perceraian. Mereka tidak memiliki ruang atau waktu lagi terhadap gangguan perceraian orangtua dalam kehidupan mereka.
Selain itu, remaja secara psikologis sudah berbeda dari sebelumnya. Meskipun masih bergantung pada orangtua, saat ini mereka memiliki suara batin kuat yang memberitahu mereka untuk menjadi mandiri dan mulai membuat kehidupan mereka sendiri. Tetap bergantung tidak sesuai lagi untuk rasa aman dan kesejahteraan diri mereka.[10]
Perasaan perasaan ketika orang tuanya bercerai, hal ini terlihat antara  lain :
  1. Tidak aman (insecurity)
Para remjaja setelah ditinggalkan cerai oleh orang tuanya kebanyakan dari mereka merasa kurang aman, salah satunya untuk biaya kehidupannya bukan masalah perlindungan, karena pada masa remaja biasanya merkeka tidak bigitu membutuhkan orang tua, dan ini biasanya terjadi pada remaja yang bebas dari awal sebelum perceraian ia tidak begitu menuruti apa kata orang tuannya.
  1. Sedih
Remaja yang awalnya merasa nyaman dengan orang tua tentu akan merasa sedih jika orang tua mereka berpisah atau bercerai dan mungkin si remaja tersebut akan merasa kehilangan, beda dengan si remaja yang awalnya tidak begitu mengharapkan kehadiran dari orang tua karena banyak jaman sekarang anak sudah tidak lagi menghargai kehadiran orang tua, dan itu bisa di sebabkan oleh pergaulan yang terlalu bebas.
  1. Marah
Dengan adanya perceraian seorang anak seringkali emosinya tidak terkontrol dengan baik sehingga mereka sering kali marah yang tidak karuan, banyak teman dekat yang menjadi sasaran amarahnya padahal sebenarnya bukan pada temannya yang bermasalah.
  1. Kehilangan
Dominan pada remaja setelah terjadi perceraian itu akan merasa kehilangan baik besar atau kecil perasaan yang ditimbulkan oleh si remja tersebut
  1. Merasa bersalah dan menyalahkan diri
Remaja sering murung dan mereka sering berfikir yang mendalam sehingga mereka banyak diam, jarang berkomunikasi dengan orang lain, tidak nyaman berada dengan orang lain, ini terjadi terutama pada anak yang berperilaku baik, si remaja akan berfikir dan merenungkan orang tuanya bercerai itu apakah gara-gara dirinya atau faktor lain, dan ini sering menjadi pertanyaan besar yang terjadi pada diri mereka.

Perilaku yang ditimbulkan akibat hal tersebut yaitu :

  1. Suka mengamuk, menjadi kasar dan tindakan agresif
  2. Menjadi pendiam, tidak lagi ceria dan tidak suka bergaul
  3. Sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun
  4. Suka melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi.[11]
E.       Upaya Mengetasi Masalah Pada Anak Remaja Akibat Perceraian
Perceraian tentu disebabkan oleh orang tua itu sendiri sebaiknya orang tua bisa mengkomunikasikan pada anak dan juga memberikan sebuah penjelasan kenapa mereka bisa bercerai, berikut ada beberap poin yang bisa dikomunikasikan orang tua kepada anak :
  1. Komunikasikan bahwa perceraian adalah berat bagi setiap anggota keluarga termasuk orang tua. Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri motivasi anak agar tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan sosialnya.
  2. Orang tua bercerai sama sekali bukan karena alasan anak. Karena anak merasa sangat terpukul sekali apabila merasa karena merekalah orang tua bercerai. Katakan kepada mereka fakta tentang penyebab perceraian dengan kata-kata yang tidak vulgar dan menjelekan salah satu orang tua
  3. Yakinkan bahwa mereka masih memiliki orang tua yang masih menyayangi. Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal serumah dengannya.
  4. Katakan maaf kepada mereka apabila anda mudah marah, sangat kritis dan cepat naik darah. Katakan bahwa anda juga mencoba mengatasi peristiwa perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
  5. Berusaha mengenali teman-teman dekat tempat mereka  biasa mengadu dan bercerita. Karena umumnya remaja lebih percaya perkataan temannya ketimbang orangtua yang dianggap bermasalah.
Namun perlu diingat sebaik apapun upaya untuk menangani perceraian dan berbagai hal yang sudah dilakukaan, pengaruh terhadap perceraian akan selalu membekas pada diri seorang anak dan akan mempengaruhi keperibadian menjelang dewasa. Bahkan ketika pertengkaran hebat dan permasalahan orang tua sudah selesai dengan baik.[12]


BAB III
PENUTUP



A.      Kesimpulan
Salah satu perkembangan keperibadian remaja yaitu dipengaruihi salah satunya faktor  keluarga, dimana keluarga akan berperan penting dalam pembentukan sebuah keperibadian.
Namun dalam kehidupan dunia tentu tidak semuanya akan berjalan dengan baik seperti sebagaimana yang manusia idam-idamkan, hubungan keluarga juga akan mengalami suatu permasalahan yang mungkin beberapa orang akan sanggup mengatasi masalah tersebut dan bahkan beberapa keluarga tidak sanggup mengatasai masalah tersebut sehingga mereka mngakhirinya dengan sebuah perceraian.
Perceraian adalah berakhirnya sebuah ikatan keluarga, perceraian bukan putus karena ada salah satu dari pasangan yang meninggal, namun karena adanya sebuah kesengajaan yang dimana mereka berdua dan beberapa pihak tertentu mungkin dari pihak mertua menganggap lebih lebih baik jika bercerai (berpisah) jika dibanding terus bersma tentunya mungkin ada bebrapa faktor yang tidak bisa mereka selesaikan.
Dalam sebuah perceraian kebanyakan orang tidak memikirkan akan kehidupan atau keberlangsungan anaknya, mereka lebih mementingkan kebutuhan pribadinya masing-masing, mungkin bagi anak yang masih kecil tidak begitu berpengaruh bahkan belum menimbulkan apapun pada si anak. Tapi sebaliknya jika terjadi pada anak yang menjelang usia remaja hal tersebut akan berakibat fatal sekali terutama bagi psikis mereka atau keperibadian mereka, beberapa akibat yang ditimbulkan dari perceraian yaitu, remaja akan merasa tidak aman, kesepian, marah, suka menyendiri, kmerasa kehilangan, dan bersedih.
Ada beberapa hal yang perlu dibicarakn kepada remaja ketika orang tua menjelang perceraian antara lain dengan mengkominikasian bahwa perceraian tersebut bukan lah yang mereka inginkan, orang tua meminta maaf langsung kepada anak, orang tu melakukan pendekatan dengan teman-teman dekatnya dengan tujuan si teman supaya bisa menghibur anaknya, katakana pada anak bahwa mereka walaupun mereka jauh tapi mereka masih dan akan tetap menyayangi mereka sampai kapanpun.
Namun bagaimanapun usaha orang tua untuk meyankinkan si anak remaja tersebut supaya tidak terlalu terbebani dengan adanya perceraian mereka tetap saja akibat dari perceraian itu akan sangat membekas bahkan akan selalau berpengaruh bagi keperibadian remaja untuk kedepannya.
B.       Saran
Setelah kita membaca urain permasalah tersebut diatas, saya berharap semoga tidak terjadi pada kita, karena kelak nanti kita akan menjadi seorang ayah dan ibu dan tentunya perceraian bukan hal yang kita inginkan. alah Sekalipun sudak terjadi sekarang mungkin ada salah satu orang tua yang sudah mengalami hal tersebut semoga bisa mengendalikan akibat hal-hal tersebut dan meluapkan dalam kreativitas yang lebih baik, mari kita buktikan bahwa tanpa mereka kita bisa sukses, tanpa ada disamping mereka kita bisa meraih masa depan yang cerah.







DAFTAR PUSTAKA


§   Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta : PT Rineka Cipta
§   Ali, Mohammad. 2008. Psikologi Remaja, Jakarta : Media Grafika
§   Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi Perkembangan, Jakarta : PT Rineka Cipta


[1] Ahmadi, abu. Psikologi Sosial. hlmn. 239
[2] Op.cid. hlm. 246
[3] Stres pada remaja oleh: Indri kemala Nasution S.Psi
[4] Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi Perkembangan, Jakarta : PT RINEKA CIPTA. Hlm. 145
[9] Ali, Mohammad. Psikologi Remaja. Hlm. 161

Postingan populer dari blog ini

Ah lo mah babaturan BTB

Pagi shob.. setelah sekian lama kita berkelana di muka bumi yag kita cintai ini, pastinya menumkan dan merasakan berbagai hal. dalam istilah IPS kita sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, akan sangat perlu bantuan dan kerjasama dengan orang lain dalam setiap aspek kehidupan, seiring dengan berjalnnya waktu yang kita lewati kita akan sering berkenalan dengan orang dan disitulah terjalin istilah pertemanan / sahabat bahkan yang lebih jauh ialah menjadi pasangan hidup (suami/istri)

Makalah Perkembangan Lansia

KATA PENGANTAR Pertama-tama marilah kita panjatkan puji serta syukur kita kepada Tuhan yang Maha Esa, yang dimana sampai saat ini rahmat dan anugrah-Nya masih selalu tercurah pada kita, salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabat-sahabatnya. Penulis sebagai penyusun makalah Perkembangan moral dan keberagamaan pada lansia ini bertujuan untuk memberikan pemaparan tentang perkembangan moral dan keberagamaan yang terjadi pada lansia (lanjut usia), selain hal itu makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Psikologi perkembangan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat, terutama bagi mahasiswa yang sedang mempelajari mata kuliah psikologi perkembangan dan umumnya untuk seluruh pembaca. Bandung, 25 Desember 2011 Penyusun BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Perkembangan menunjukan suatu proses tertentu yaitu suatu proses yang menuju ked...

Sejarah perkembangan tasawuf di Sumatra Barat

PENDAHULUAN             Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Nusantara yang terpengaruh pemikiran tasawuf di Aceh. Ini bisa dibuktikan dengan berkembangnya pemikiran-pemikiran tasawuf dan ordo tarekat di wilayah ini. Salah satu ordo tarekat yang berkembang pesat di Sumatera Barat yang bermula dari Aceh, adalah Tarekat Syatariyah. Pembawa pertama tarekat ini adalah Syaikh Abdullah al-Syathari (wafat 1415 M., ada juga yang mengatakan tahun 1428).             Dari kenyataan tersebut jelas bahwa pemikiran tasawuf yang berkembang di Sumatera Barat dipengaruhi pemikir tasawuf Aceh, terutama dari Abdul Rauf Singkel. Itulah sebabnya, dalam masalah pemikiran tasawuf, orang-orang Islam di Sumatera Barat meng