BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak
selamnya berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita inginkan dari kejauhan
hari, namun ternyata ada beberapa faktor lain yang secara sengaja atau tidak di
sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Salah satu akibat
yang di timbulkan dengan adnyanya konflik tersebut ialah adanya perceraian,
dimana perceraian bukan lagi hal yang asing di Indonesia namun percerain bisa
dikatakan sebagai hal yang lumrah dan sudah memasyarakat.
Perceraian tidak saja terjadi pada orang-orang kelas
bawah tetapi terjadi pada orang-orang berkelas atas yang mempunyai perekonomian
lebih dari cukup, bukan hanya rakyat biasa tetapi perceraian pun bisa terjadi
pada seorang figure salah satunya artis, musisi, bahkan terjadi pada
ustad-ustad.
Perceraian bukan saja akan merugikan beberapa pihak
namun perceraian juga sudah jelas dilarang oleh agama (agama islam). Namun pada
kenyataannya walaupun dilarang tetapi tetap saja perceraian di kalangan
masyarakat terus semakin banyak bahkan dari tahun ketahun terus meningkat
terutama contoh yang lebih konkrit yaitu terjadi kalangan para artis, dimana
mereka dengan mudah kawin-cerai dengan tidak memperhitungkan akibat sikis yang
di timbulkan dari perceraian tersebut, masalah kecilnya biaya perceraian mereka
tidak jadi permasalahan.
Kita sebagai pelajar mestinya tahu bahwa ada
beberapa hal yang mesti diperhatikan bahwa akibat dari perceraian itu sangat
fatal sekali salah satunya terhadap sibuah hati yang dimana pada saat orang
tuanya terjadi perceraian si anak akan merasa terganggu dan merasa kurangnya
perhatian bahkan kasih sayang dari orang tua.
Secara psikis tentu perceraian akan sangat
mempengaruhi pada perkembangan anak, baik itu ketika masih anak-anak atau
ketika sianak sudah mulai remaja.dalam makalah ini akan mencoba membahas
bagaimana pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan anak remaja, yang
dimana pada remaja akibat yang ditimbulkannya lebih banyak dibanding pada anak
anak karena mungkin anak remaja sudah mulai berfikir.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan anak remaja?
2.
Bagaimana
sikap yang ditimbulkan oleh anak remaja ketika kasus perceraian terjadi pada
orang tua mereka?
3.
Bagaimana
upaya yang harus dilakukan supaya akibat perceraian itu tidak terlalu
mempengaruhi pada perkembangan keperibadiannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan Remaja dan Orang Tua
Keluarga
merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga
merupakan sebuah group dari perhubungan laki-laki dan wanita, jadi kelurga
dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan social yang terdiri dari suami,
istri dan anak-anak.[1]
Secara
umum beberapa fungsi keluarga menurut Ogburn, yaitu :
1.
Affectioonal
2.
Economic
3.
Educational
4.
Protective
5.
Recreational
6.
Family
status
7.
Religious[2]
Sarwono (1998) mengatakan bahwa keluarga merupakan
lingkungan perimer pada setiap individu. Sebelum seorang anak mengenal
lingkungan yang luas ia terlebih dahulu ia mengenal lingkungan keluarga, karena
itu sebelum seorang anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku
dalam keluarganya untuk dijadikan bagian keperibadiannya.
Orang tua berpern penting dalam emosi reaja, baik
yang member efek positif maupun negatif. Hal ini menunjukan bahwa orang tua
masih merupakan lingkungan yang sangat penting bagi remaja.
Menurut Mu’tadin (2002) remaja sering mengalami
dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti
keinginnannya sendiri.
Situasi ini dikenal sebagai keadaan yang ambivalensi
dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini akan
mempengaruhi remaja dalam usaha untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan
hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitrnya, bahkan dalam
beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang
mendalam kepada orang tuanya atau orang lain di sekitarnya. Frustasi dan
kemarahan tersebut seringkali di ungkapkan dengan prilaku-prilaku yang tidak
simpatik terhadap orang tua maupun orang lain dan dapat membahayakan dirinya
dan orang lain di sekitarnya.
Menurut Naland (1998) ada bebrapa sikap yang harus dimiliki orang tua
terhadap anak pada saat memasuki masa remaja :
1. Orang tua
perlu lebih fleksibel dalam bertindak dan berbicara
2. Kemandirian
anak diajarkan secara bertahap dengan mempertimbangkan dan melindungi mereka
dari resiko yang mungkin terjadi karena secara berfikir yang belum matang.
Kebebasan yang diberikan terlalu dini akan memudahkan remaja tertangkap dalam
pergaulan buru, obat-obatan terlarang, aktifitas seksual yang tidak bertanggung
jawab.
3. Remaja perlu
diberi kesempatan melakukan ekplorasi positif yang memungkinkan mereka mendapat
pengalaman dna teman baru, mempelajari berbagai keterampilan yanh sulit dan
memperoleh pengalaman yang memebrikan sebuah tantangan agar mereka dapat
berkembang dalam berbagai aspek keperibadiannya.[3]
- Keadaan keluarga dan relasi orang tua dengan remaja
Berdasarkan
hasil penelitian ternyata bahwa :
1.
Relasi
antara orang tua dan anak dalam keluarga menunjukan adanya sebuah keragaman
yang luas. Oleh karena itu sukar dan berbahaya untuk menarik garis umum
mengenai hubungan-hubungan suatu penggolongan yang bersifat kaku
2.
Relasi
antar-pribadi (inter-personal) dalam setiap keluarga menunjukan sifat-sifat
yang kompleks.[4]
Namun
sebagaimanapun relasi orang tua dan remaja begitu baik, tetap saja dengan
adanya masalah yang timbul dalam keluarga itu sendiri terutama masalahantara
ibu dan ayah yaitu salah satunya perceraian maka mau tidak mau anak secara tidak
langsung akan menjadi korbannya dan sangat berakibat fatal sekali bagi
perkembangan ke peribadian remaja.
B. Definisi
Perceraian
Pada awal masa remaja, banyak anak dari keluarga-keluarga
yang retak telah tersandung ke dalam sarang lebah malapetaka kaum remaja
termasuk nilai-nilai yang merosot, tingkah laku seksual terlampau dini,
penggunaan obat-obat terlarang dan tindakan kejahatan. Ada pula sejumlah bukti,
meskipun tidak begitu kuat, bahwa anak-anak dari keluarga-keluarga dengan
tingkat konflik dan perceraian yang tinggi mengalami lebih banyak depresi,
kecemasan dan menarik diri.
Tidak dapat disangkal bahwa anak-anak menjadi sedih dan
bila mereka menyaksikan perkelahian orang tuanya. Faktor yang paling berat
dalam kasus perceraian adalah bagaimana memberikan pengaruh dan bagaimana
memulihkan kembali hubungan yang baik dan stabil, menciptakan keakraban bagi
kedua orang tua. Pengaruh orang tua dapat menciptakan kekuatan pada diri anak.
Penggaruh ini akan tetap bertahan sampai 5 tahun berikutnya. Kebiasaan mengunjungi
masih penting bagi sebagian besar anak. Meskipun demikian, kasus perceraian itu
tetap membawa dampak dalam perkembangan sosial dan emosi anak.
Banyak para peneliti menemukan bahwa anak yang diasuh satu
orang tua akan jauh lebih baik dari pada anak yang diasuh keluarga utuh yang
diselimuti rasa tertekan. Perceraian dalam keluarga, tidaklah selalu membawa
dampak negatif. Sikap untuk menghindari suatu konflik, rasa tidak puas.
Perbedaan paham yang terus-menerus, maka peristiwa perceraian itu satu-satunya
jalan keluar untuk memperoleh ketentraman diri. Perceraian dalam keluarga
manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian utama bagi anak-anak akan
mengalami reaksi emosi dan perilaku karena “kehilangan” satu orang tua.
Bagaimana anak bereaksi terhadap perceraian orang tuanya sangat dipengaruhi
oleh cara orang tua berperilaku sebelum, selama dan sesudah perpisahan. Anak
akan membutuhkan dukungan, kepekaan, dan kasih sayang yang lebih besar untuk
membantunya mengatasi kehilangan yangdialaminya selama masa sulit ini. Mereka
mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah
perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial.[5]
C.
Beberapa Faktor Penyebab Perceraian
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari semua
kasus perceraian terjadi dalam sepuluh tahun pertama perkawinan. Bahkan dengan
maraknya perceraian yang dilakukan oleh kaum selebriti, membuat bercerai
menjadi masalah pilihan gaya hidup semata. Angka perceraian terus melonjak.[6]
Menurut Dodi Ahmad Fauzi (Dodi
Ahmad Fauzi, 2006 : 4), ada beberapa faktor - faktor penyebab perceraian antara
lain adalah sebagai berikut :
1.
Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan
oleh pasangan suami-istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan
oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang
ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga
memerlukan perincian yang lebih mendetail.
2.
Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian
juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat
dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak
sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan
baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal,
bahkan utang piutang.
3.
Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan
terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah
yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
4.
Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri,
untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah
berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat
sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami
masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama
dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
5.
Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang
namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa,
tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara
otomatis akan disusul dengan pisah ranjang. Langkah pertama dalam menanggulangi
sebuah masalah perkawinan adalah :
· Adanya keterbukaan
antara suami - istri
· Berusaha untuk
menghargai pasangan
· Jika dalam keluarga
ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baikbaik
· Saling menyayangi
antara pasangan[7]
Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa
muncul pada anak. “Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi
pembangkang, enggak sabaran, impulsif,”. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah
(guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab
perceraian orangtuanya. Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau
sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya.
“Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar,
karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura.”
Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan
lawan jenis. “Ke depannya, setelah dewasa, anak cenderung enggak berani untuk
commit pada suatu hubungan.
Pacaran-putus,
pacaran-putus.” Self esteem anak juga bisa turun. “Jika self esteem-nya jadi
sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa jadi akan dendam
pada orangtuanya, terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran
untuk bunuh diri. Apalagi jika anak sudah besar dan punya keinginan untuk
menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi tidak berhasil. Ia akan merasa
sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak digubris, merasa diabaikan, dan
merasa bukan bagian penting dari kehidupan orangtuanya.” Perasaan marah dan
kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang wajar, “Ini adalah proses
dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak. Jadi, biarkan anak marah, daripada
memendam kemarahan dan kemudian mengekspresikannya ke tempat yang salah,”
Dan memang, tidak diragukan lagi bahwa perceraian
memang memiliki dampak negatif yang
sangat serius terhadap kehidupan seseorang, juga masyarakat secara umum,
yang diantaranya:
1.
Hilangnya
kesempatan bagi suami istri untuk berbuat ihsan dalam bersabar menghadapi
beragam masalah rumah tangga yang akan rnmendatangkan kebaikan di dunia dan
akhirat.
2.
Hancurnya
mahligai rumah tangga yang telah dibangun suami dan terpecah belahnya anggota
keluarga. Ibarat seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali.
3.
Berbagai
perasaan cemas dan takut yang muncul menimpa suami manakala berkeinginan untuk
menikah lagi. Bahkan, tidak mustahil dia akan merasa kesulitan mengumpulkan
modal untuk menikah. Tidak jarang pula para orang tua merasa khawatir untuk
menikahkan putri mereka dengannya setelah perceraiannya dengan istri pertama.
Hingga akhirnya dia tetap membujang selamanya.
4.
Kembalinya
para wanita yang telah dicerai ke rumah orang tua atau wali mereka; bahkan ke
rumah orang lain. Hal ini tentu akan menjadi beban mental bagi mereka maupun
para wali. Sebab, menetap di rumah orang tua maupun para wali setelah
diceraikan suami, tidak sama dengan ketika masih gadis sebelum menikah. Ini
adalah satu hal rnyang sangat dipahami wanita.
5.
Sangat
sedikit kemungkinan bagi para lelaki untuk menikahi wanita yang telah menjadi
janda setelah diceraikan suaminya. Tidak mustahil, setelah bercerai, sang
wanita tetap menjadi janda, tidak bersuami. Tentu hal ini mendatangkan berbagai
kerusakan dan tekanan batin bagi wanita tersebut sepanjang hayatnya.
6.
Jika
ternyata wanita yang diceraikan memiliki anak, maka persoalan menjadi semakin
runyam. Sebab, tidak jarang anak-anaknya yang tinggal bersama di rumah para
wali wanita akan mengalami berbagai macam permasalahan dalam berinteraksi
dengan anak-anak kerabat atau wali wanita tersebut.
7.
Tidak
jarang sang ayah mengambil anak dari ibunya dengan paksa, hingga ibu tidak
pernah lagi dapat melihatnya; apalagi jika bapak dari anak-anak ini
bertemperamen keras, pasti berpisah dengan anaknya akan sangat menyakitkan
hatinya.
8.
Semakin
menjauhnya ayah dari anak-anaknya. Bisa jadi disebabkan anak-anak tinggal
bersama ibu mereka ataupun disebabkan kesibukannya dengan istri baru yang biasanya
tidak begitu memperhatikan anak-anaknya ketika tinggal bersama ibu tiri.
Akhirnya sang bapak menuai dosa besar karena menyia-nyiakan anaknya. Padahal,
Rasulullah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan tiap pemimpin akan
diminta pertanggung jawabannya terhadap yang dipimpinnya. Seorang lelaki adalah
pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggung jawabannya. Seorang
wanita adalah pemimpin rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya…
” (HR Bukhari, Kitabun Nikah no 5188).
9.
Terlantarnya
anak-anak disebabkan jauhnya dari ayah mereka dan kesulitan ibu untuk mendidik
mereka sendirian. Hal ini akan menjerumuskan mereka bergaul dengan teman-teman
yang buruk perangainya. Apalagi pada zaman yang penuh dengan fitnah dan tipu
daya ini, tidak jarang anak-anak yang terlantar ini terjerumus ke lembah
syahwat dan perzinaan, ataupun mengkonsumsi obat-obat terlarang, sehingga
rnakhirnya mereka menjadi sampah masyarakat. Tentulah hal ini sangat tidak
diinginkan oleh setiap orang tua yang masih memilki akal sehat dan kehormatan,
sebab akan mencoreng arang di muka mereka.
10.Banyaknya
kasus perceraian di masyarakat akan menghalangi banyak pemuda dan pemudi untuk
menikah, karena ketakutan mereka terhadap kegagalan dan prahara dalam berumah
tangga, yang akhirnya melahirkan sikap traumatis. Tentu hal ini akan
mendatangkan bahaya besar bagi masyarakat ketika mereka (para pemuda) terpaksa
menyalurkan kebutuhan biologisnya kepada hal-hal yang diharamkan syariat,
semisal seks bebas, homoseks, lesbi dan penyimpangan seks lainnya.
Perceraian ialah berakhirnya suatu pernikahan. Saat
kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa
meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus
memutuskan bagaimana membagi harta benda masing-masing yang diperoleh selama
pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka
menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka.
Berdampak perceraian dalam pandangan agama (Islam),
perceraian adalah sesuatu yang dihalalkan (boleh) tetapi dibenci oleh Allah,
atau dengan kata lain sebagai pintu darurat. Hal ini dapat dipahami karena
besarnya dampak perceraian yang tidak hanya menimpa suami-istri, tetapi juga
anak-anak. Anak-anaklah yang sangat merasakan pahitnya akibat perceraian kedua
orang tuanya. Perkembangan psikologi anak-anak brokenhome yang tidak sehat,
seringkali berujung dengan narkoba.
Kurangnya perhatian orang tua (tunggal) tentu akan
mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Merasa kasih sayang orang tua yang
didapatkan tidak utuh, anak akan mencari perhatian dari orang lain atau bahkan
ada yang merasa malu, minder, dan tertekan. Anak-anak tersebut umumnya mencari
pelarian dan tidak jarang yang akhirnya terjerat dengan pergaulan bebas.anyak
negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu
dapat diminta maju ke pengadilan.[8]
D.
Dampak
Perceraian Bagi Remaja
Bagi
kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat mereka kaget sekaligus
terganggu. Maslah yang ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu tampak bahkan bisa
dikatakan tidak ada karena ini sifatnya fisikis, namun ada juga berpengaruh
pada fisik setelah si remaja tersebut mengalami beberapa akibat dari tidak
terkendalinya sikis atau keperibadiannya yang tidak terjaga dengan baik, salah
satu contoh si remaja karena seringkali meminum-minuman beralkohol maka lambat
laun si remaja akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh yang akhirnya
menimbulkan sakit.
Keadaan tersebut jelas akan mempengarhi psikologi remaja untuk
keberlangsungan kehidupannya, ada beberapa kebutuhan utama remaja yang penting
untuk dipenuhi yaitu:
1.
Kebutuhan akan adanya kasih sayang
2.
Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam
kelompok
3.
Kebutuhan untuk berdiri sendiri
4.
Kebutuhan untuk berprestasi
5.
Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
6.
Kebutuhan untuk dihargai
7.
Kebutuhan untuk memperoleh palsafah hidup yang utuh[9]
Kehidupan
mereka sendiri berkisar pada berbagai masalah khas remaja yang sangat nyata,
seperti bagaimana menyesuaikan diri dengan teman sebaya, apa yang harus
dilakukan dengan seks atau narkoba, ataupun isu-isu kecil tetapi sangat
penting, seperti jerawat, baju yang akan dikenakan, atau guru yang tidak
disenangi. Remaja sudah merasa cukup sulit mengendalikan kehidupan mereka
sendiri sehingga pasti tidak ingin diganggu dengan kehidupan orangtua yang
mengungkapkan perceraian. Mereka tidak memiliki ruang atau waktu lagi terhadap
gangguan perceraian orangtua dalam kehidupan mereka.
Selain
itu, remaja secara psikologis sudah berbeda dari sebelumnya. Meskipun masih
bergantung pada orangtua, saat ini mereka memiliki suara batin kuat yang
memberitahu mereka untuk menjadi mandiri dan mulai membuat kehidupan mereka
sendiri. Tetap bergantung tidak sesuai lagi untuk rasa aman dan kesejahteraan
diri mereka.[10]
Perasaan
perasaan ketika orang tuanya bercerai, hal ini terlihat antara lain :
- Tidak aman (insecurity)
Para remjaja setelah ditinggalkan cerai oleh orang
tuanya kebanyakan dari mereka merasa kurang aman, salah satunya untuk biaya
kehidupannya bukan masalah perlindungan, karena pada masa remaja biasanya
merkeka tidak bigitu membutuhkan orang tua, dan ini biasanya terjadi pada
remaja yang bebas dari awal sebelum perceraian ia tidak begitu menuruti apa
kata orang tuannya.
- Sedih
Remaja yang awalnya merasa nyaman dengan orang tua tentu akan merasa
sedih jika orang tua mereka berpisah atau bercerai dan mungkin si remaja
tersebut akan merasa kehilangan, beda dengan si remaja yang awalnya tidak
begitu mengharapkan kehadiran dari orang tua karena banyak jaman sekarang anak
sudah tidak lagi menghargai kehadiran orang tua, dan itu bisa di sebabkan oleh
pergaulan yang terlalu bebas.
- Marah
Dengan adanya perceraian seorang anak seringkali
emosinya tidak terkontrol dengan baik sehingga mereka sering kali marah yang
tidak karuan, banyak teman dekat yang menjadi sasaran amarahnya padahal
sebenarnya bukan pada temannya yang bermasalah.
- Kehilangan
Dominan pada remaja setelah terjadi perceraian itu
akan merasa kehilangan baik besar atau kecil perasaan yang ditimbulkan oleh si
remja tersebut
- Merasa bersalah dan menyalahkan diri
Remaja
sering murung dan mereka sering berfikir yang mendalam sehingga mereka banyak
diam, jarang berkomunikasi dengan orang lain, tidak nyaman berada dengan orang
lain, ini terjadi terutama pada anak yang berperilaku baik, si remaja akan
berfikir dan merenungkan orang tuanya bercerai itu apakah gara-gara dirinya
atau faktor lain, dan ini sering menjadi pertanyaan besar yang terjadi pada
diri mereka.
Perilaku yang ditimbulkan akibat hal tersebut yaitu :
- Suka mengamuk, menjadi kasar dan tindakan agresif
- Menjadi pendiam, tidak lagi ceria dan tidak suka bergaul
- Sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun
- Suka melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi.[11]
E.
Upaya
Mengetasi Masalah Pada Anak Remaja Akibat Perceraian
Perceraian tentu disebabkan oleh orang tua itu
sendiri sebaiknya orang tua bisa mengkomunikasikan pada anak dan juga
memberikan sebuah penjelasan kenapa mereka bisa bercerai, berikut ada beberap
poin yang bisa dikomunikasikan orang tua kepada anak :
- Komunikasikan bahwa perceraian adalah berat bagi setiap anggota keluarga termasuk orang tua. Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri motivasi anak agar tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan sosialnya.
- Orang tua bercerai sama sekali bukan karena alasan anak. Karena anak merasa sangat terpukul sekali apabila merasa karena merekalah orang tua bercerai. Katakan kepada mereka fakta tentang penyebab perceraian dengan kata-kata yang tidak vulgar dan menjelekan salah satu orang tua
- Yakinkan bahwa mereka masih memiliki orang tua yang masih menyayangi. Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal serumah dengannya.
- Katakan maaf kepada mereka apabila anda mudah marah, sangat kritis dan cepat naik darah. Katakan bahwa anda juga mencoba mengatasi peristiwa perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
- Berusaha mengenali teman-teman dekat tempat mereka biasa mengadu dan bercerita. Karena umumnya remaja lebih percaya perkataan temannya ketimbang orangtua yang dianggap bermasalah.
Namun
perlu diingat sebaik apapun upaya untuk menangani perceraian dan berbagai hal
yang sudah dilakukaan, pengaruh terhadap perceraian akan selalu membekas
pada diri seorang anak dan akan mempengaruhi keperibadian menjelang dewasa.
Bahkan ketika pertengkaran hebat dan permasalahan orang tua sudah selesai
dengan baik.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Salah satu perkembangan keperibadian remaja yaitu
dipengaruihi salah satunya faktor
keluarga, dimana keluarga akan berperan penting dalam pembentukan sebuah
keperibadian.
Namun dalam kehidupan dunia tentu tidak semuanya
akan berjalan dengan baik seperti sebagaimana yang manusia idam-idamkan,
hubungan keluarga juga akan mengalami suatu permasalahan yang mungkin beberapa
orang akan sanggup mengatasi masalah tersebut dan bahkan beberapa keluarga
tidak sanggup mengatasai masalah tersebut sehingga mereka mngakhirinya dengan
sebuah perceraian.
Perceraian adalah berakhirnya sebuah ikatan
keluarga, perceraian bukan putus karena ada salah satu dari pasangan yang
meninggal, namun karena adanya sebuah kesengajaan yang dimana mereka berdua dan
beberapa pihak tertentu mungkin dari pihak mertua menganggap lebih lebih baik
jika bercerai (berpisah) jika dibanding terus bersma tentunya mungkin ada
bebrapa faktor yang tidak bisa mereka selesaikan.
Dalam sebuah perceraian kebanyakan orang tidak
memikirkan akan kehidupan atau keberlangsungan anaknya, mereka lebih
mementingkan kebutuhan pribadinya masing-masing, mungkin bagi anak yang masih
kecil tidak begitu berpengaruh bahkan belum menimbulkan apapun pada si anak.
Tapi sebaliknya jika terjadi pada anak yang menjelang usia remaja hal tersebut
akan berakibat fatal sekali terutama bagi psikis mereka atau keperibadian
mereka, beberapa akibat yang ditimbulkan dari perceraian yaitu, remaja akan
merasa tidak aman, kesepian, marah, suka menyendiri, kmerasa kehilangan, dan
bersedih.
Ada beberapa hal yang perlu dibicarakn kepada remaja
ketika orang tua menjelang perceraian antara lain dengan mengkominikasian bahwa
perceraian tersebut bukan lah yang mereka inginkan, orang tua meminta maaf
langsung kepada anak, orang tu melakukan pendekatan dengan teman-teman dekatnya
dengan tujuan si teman supaya bisa menghibur anaknya, katakana pada anak bahwa
mereka walaupun mereka jauh tapi mereka masih dan akan tetap menyayangi mereka
sampai kapanpun.
Namun bagaimanapun usaha orang tua untuk meyankinkan
si anak remaja tersebut supaya tidak terlalu terbebani dengan adanya perceraian
mereka tetap saja akibat dari perceraian itu akan sangat membekas bahkan akan
selalau berpengaruh bagi keperibadian remaja untuk kedepannya.
B.
Saran
Setelah kita membaca urain permasalah tersebut
diatas, saya berharap semoga tidak terjadi pada kita, karena kelak nanti kita
akan menjadi seorang ayah dan ibu dan tentunya perceraian bukan hal yang kita
inginkan. alah Sekalipun sudak terjadi sekarang mungkin ada salah satu orang
tua yang sudah mengalami hal tersebut semoga bisa mengendalikan akibat hal-hal
tersebut dan meluapkan dalam kreativitas yang lebih baik, mari kita buktikan
bahwa tanpa mereka kita bisa sukses, tanpa ada disamping mereka kita bisa
meraih masa depan yang cerah.
DAFTAR
PUSTAKA
§
Ahmadi,
Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta : PT Rineka Cipta
§
Ali,
Mohammad. 2008. Psikologi Remaja, Jakarta : Media Grafika
§ Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi
Perkembangan, Jakarta : PT Rineka Cipta
§ http://kumpulan.info/keluarga/perkawinan/69-perkawinan/284-apa-saja-dampak-perceraian.html
[on-line]