BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi seorang konselor menguasai teknik konseling adalah mutlak. Sebab dalam proses kornseling, teknik yang baik adalah kunci keberhasilan menuju tercapainya tujuan konseling. Seorang Konselor yang efektif harus mampu merespon klien dengan teknik yang benar, sesuai keadaan klien saat itu. Respon yang benar adalah respon yang mampu mendorong, merangsang, dan menyentuh klien sehingga klien dapat terbuka untuk menyatakan dengan bebas perasaan, pikiran dan pengalamannya. Selanjutnya klien harus terlibat dalam diskusi mengenai dirinya.
Respon konselor terhadap klien mencakup dua sasaran yaitu perilaku verbal dan perilaku nonverbal. Seorang konselor bukanlah robot melainkan seseorang yang sarat akan latar belakang sosial-budaya-agama, persoalan-persoalan hidup, keinginan dan cita-cita, dan sebagainya. Apabila seorang konselor sedang dalam kondisi tidak nyaman, maka besar kemungkinan kondisi tersebut akan terbawa tanpa sengaja kedalam hubungan konseling. Untuk mengatasi hal tersebut konselor harus berusaha mengusir segala masalah diri semaksimal mungkin, dan paling harus ada kepekaan terhadap diri. Kemudian Konselor harus peka terhadap bahasa tubuh klien.
Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk itu, penulis berinisiatif untuk menulis beberapa keterampilan atau teknik konseling yang harus dimiliki oleh seorang konselor.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu keterampilan atau teknik-teknik konseling apa saja yang harus dimiliki oleh seorang konselor?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui keterampilan atau teknik-teknik konseling yang harus dimiliki oleh seorang konseling.
D. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis.
a. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan teoritis untuk penulisan-penulisan dengan tema yang sama. Penulisan ini juga dapat menjadi salah satu referensi teoritis dalam disiplin ilmu psikologi terkhusus bagi bidang psikologi konseling, dan bidang lain yang ingin mengaitkan dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penulisan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi banyak pihak:
1. Bagi penulis, dapat menjadi sarana berlatih terutama untuk mengembangkan keterampilan ilmiah. Dalam hal ini melakukan penelitian, mencari referensi, dan menyusun laporan ilmiah.
2. Bagi masyarakat, dapat menjadi masukan berharga atau sebagai pertimbangan untuk menggunakan jasah konselor apabila menghadapi masalah dan membutuhkan bantuan dalam pemecahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Adapun manfaat perilaku attending yang baik yaitu dapat meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman dan mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas. Contoh perilaku attending yang baik yaitu melakukan anggukan kepala jika setuju; ekspesi wajah yang tenang, cerita, tersenyum; posisi tubuh agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan; variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan; mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Adapun contoh perilaku attending yang tidak baik, yaitu kepala kaku; muka kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot; posisi tubuh tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling; memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara; perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
B. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu:
1. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka. Contoh ungkapan empati primer : “Saya mengerti keinginan Anda”, “Saya dapat memahami pikiran Anda”, “Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”.
2. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien krena konselor ikut dengan perasaan tersebut.
Keikutsertaan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi: “Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu.”
Dalam dunia konseling, pada dasarnya seorang konselor bekerja atas dasar dan melalui proses empati. Pada proses konseling, baik konselor maupun klien dibawa keluar dari dalam dirinya dan bergabung dalam kesatuan psikis yang sama sehingga emosi dan keinginan keduanya menjadi bagian dari kesatuan psikis yang baru.
C. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada Klien tentang perasaan, pikiran dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :
1. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan Klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda katakan adalah…. “
2. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat Klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda katakan….”
3. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman Klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda katakan suatu…..”
D. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman Klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak Klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memugkinkan Klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
1. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan Klien yang tersimpan. Contoh : “Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan…….”
2. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat Klien. Contoh : “Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang seKonselorlah sambil bekerja”.
3. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman Klien. Contoh : “Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”.
E. Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing)
Menangkap pesan (paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau inti ungkapkan Klien dengan teliti mendengarkan pesan utama Klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons Klien terhadap Konselor.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada Klien bahwa Konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan Klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan Klien dalam bentuk ringkasan; (3) memberi arah wawancara Konselornseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi Konselor tentang apa yang dikemukakan Klien.
Contoh dialog :
Klien : “Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian?”
Konselor: “ Tampaknya Anda masih ragu “
F. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing Klien agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakann kata tanya mengapa tau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan Klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya . oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : “Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan?”
G. Pertanyaan tertutup (Closed Question)
Dalam Konselornseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata ya atau tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan Klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : “Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor : “Biasanya Anda menempati peringkat berapa?”
Klien : “Empat”
Konselor : “Sekarang berapa?“
Klien : “Sebelas“
H. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh.., ya.., lalu.., terus…, dan…,
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : “Saya putus asa… dan saya nyaris….. “(Klien menghentikan pembicaraan)
Konselor : “Ya…”
Klien “Nekad bunuh diri”
Konselor : “Lalu…”
I. Interpretasi
Interpretasi yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien : “Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya”.
Konselor : “Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.
J. Mengarahkan (Directing)
Mengarahkan yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : “Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tidak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : “Bisakah Anda mencobakan didepan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”
K. Menyimpulkan sementara (Summarizing)
Summarizing yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk: (1) memberikan kesempatan kepada Klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.
Contoh :
“Setelah kita berdiskusi beberapa waktu, alangkah baiknya jika kita simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi-materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan yang akan dihadapi yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”
L. Memimpin (Leading)
Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak melantur atau menyimpang, seorang konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan sehingga nantinya mencapai tujuan.
Keterampilan memimpin bertujuan agar Klien tidak menyimpang dari fokus pembicaraan dan juga agar arah pembicaraan lurus kepada tujuan Konseling. Contoh:
Klien: “Saya mungkin berpikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya…?”
Konselor: “Sampai saat ini kepedulian Saudara tertuju kepada kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda juga? ”
M. Fokus
Seorang konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan dengan klien. Fokus membantu klien untuk memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Ada beberapa fokus yang dapat dilakukan seorang Konselor yaitu:
1. Fokus pada diri klien
Contoh,
Konselor: “Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan.”
Konselor: “Tampaknya Anda berjuang sendiri.”
2. Fokus pada orang lain
Contoh,
Konselor: “Roni telah membuat kamu menderita. Terangkanlah tentang dia, dan apa yang telah dilakukannya.”
3. Fokus pada topik
Contoh,
Konselor: “Pengguguran kandungan? Kamu memikirkan aborsi? Sebaiknya pikirkan masak-masak dengan berbagai pertimbangan.”
4. Fokus mengenai budaya
Contoh,
Konselor: “Mungkin budaya menyerah dan mengalah terhadap laki-laki harus diatasi sendiri oleh kaum wanita. Wanita tidak boleh menjadi objek laki-laki.”
Secara umum, dalam wawancara konseling selalu ada fokus yang membantu klien untuk menyadari bahwa persoalan pokok yang dihadapinya adalah “X”. misalnya mungkin banyak masalah yang berkembang dalam diskusi dengan klien, akan tetapi konselor harus membantu klien agar dia menentukan fokus pada permasalahannya.
Konselor: “Apakah tidak baik jika pokok pembicaraan kita berkisar saja dulu soal hubungan Anda yang retak dengan pacar Anda?”
N. Konfrontasi
Konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi atau inkonsistensi antara perkataan dengan bahasa badan (perbuatan), ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan dan sebagainya. Adapun tujuan teknik ini adalah untuk:
1. Mendorong Klien mengadakan penelitian diri secara jujur.
2. Meningkatkan potensi Klien.
3. Membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi konflik atau kontradiksi dalam dirinya.
Namun seorang Konselor harus melakukan dengan teliti yaitu dengan:
1. Memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara tepat waktu.
2. Tidak menilai apalagi menyalahkan
3. Dilakukan konselor dengan perilaku attending dan empati
Contoh dialog:
Klien: “Oh…, saya baik-baik saja.” (suara rendah, wajah tidak cerah, posisi tubuh gelisah)
Konselor: “Anda katakan baik-baik saja tapi kelihatannya ada sesuatu yang tidak beres.”, Atau;
Konselor: “Saya lihat ada perbedaan antara ucapan Anda dengan kenyataan diri”.
O. Menjernihkan (Clarifying)
Menjernihkan adalah suatu keterampilan untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas, dan agak maragukan. Tujuannya adalah mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis dan agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan perasaannya.
Klien: “Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung dan Konselornflik. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Konselor: “Bisakah Anda menjelaskan persoalan poKonselorknya? Misalnya peran ayah, ibu atau Saudara-Saudara Anda”
P. Memudahkan (Facilitating)
Facilitating adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran dan pengalamannya secara bebas sehingga komunikasi dan partisipasi meningkat dan proses konseling berjalan efektif.
Konselor: “Saya yakin Anda akan berbicara padanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”
Q. Diam
Banyak orang bertanya tentang kedudukan diam dalam kerangka proses konseling. Apakah diam itu teknik konseling? Sebenarnya diam adalah amat penting dengan cara attending. Diam bukan berarti tidak ada komunikasi akan tetapi tetap ada yaitu melalui perilaku nonverbal. Yang paling ideal diam itu paling tinggi 5-10 detik dan selebihnya dapat diganti dengan dorongan minimal. Akan tetapi jika konselor menunggu klien yang sedang berpikir mungkin diamnya bisa lebih dari 5 detik. Hal ini tergantung feeling konselor.
Tujuan diam adalah: (1) menanti klien sedang berpikir (2) sebagai protes jika klien ngomong berbelit-belit (3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas berbicara.
Contoh:
Klien: “Saya tidak senang dengan perilaku guru itu…dan saya…” (berpikir)
Konselor: “……….” (diam)
Klien: “Saya…harus bagaimana…saya tidak tahu…”
Konselor: “……….” (diam).
R. Mengambil inisiatif
Mengambil inisiatif perlu dilakukan konselor manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang partisipatif. Konselor mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Tujuan teknik ini adalah:
1. Mengambil inisiatif jika Klien kurang bersemangat.
2. Jika Klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan.
3. Jika Klien kehilangan arah pembicaraan.
Contoh,
Konselor: “Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda renungkan lagi ”
S. Memberi nasehat
Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, Konselor tetap harus mempertimbangkannya, apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemadirian klien, harus tercapai.
Contoh responden konselor terhadap permintaan Klien;
Konselor: “Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Saudara? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih berpengalaman daripada saya.”
Atau dapat pula dikatakan seperti ini:
Konselor: “Sebelum saya memberi nasehat, saya pikir dalam hal ini Saudara lebih banyak mempunyai informasi dibanding saya”.
T. Pemberian informasi
Dalam hal informasi yang diminta klien sama halnya dengan pemberian nasehat. Jika Konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa tidak mengetahui hal itu. Akan tetapi, jika konselor mengetahui informasi, sebaiknya upayakan agar Klien tetap mengusahakannya. Misalnya klien menanyakan persyaratan untuk memasuki sekolah penerbang. Karena konselor kurang menguasai informasi itu, sebaiknya klien langsung saja mencari informasi tersebut ke sumbernya seperti Direktorat Penerbangan atau sekolah penerbangan.
Contoh respon konselor adalah
Konselor: “Mengenai informasi sekolah penerbangan saya sama sekali tidak menguasainya. Karena itu saya sarankan Anda langsung saja ke Direktrorat Penerbangan atau sekolah penerbangan yang bersangkutan”
U. Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa suatu program untuk action, perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan dirinya. Suatu rencana yang baik adalah kerjasama konselor dengan Klien.
Secara teknis konselor mungkin berkata pada klien seperti
Konselor: “Nah Saudara, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi.”
V. Menyimpulkan
Pada akhi sesi konseling, konselor membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut:
1. Bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama mengenai kecemasan.
2. Memantapkan rencana klien.
3. Pokok-pokok yang akan dibicarakan pada sesi berikut. Misalnya konselor berkata kepada klien “Apakah sudah dapat kita buat kesimpulan akhir?”
Proses konseling terdiri atas tiga tahapan, yaitu:
1. Tahapan awal atau tahap mendefinisikan masalah
2. Tahap pertengahan atau disebut juga tahap kerja
3. Tahap akhir atau tahap perubahan dan tindakan (action).
Walaupun setiap tahapan konseling mempunyai teknik-teknik seperti yang dikemukakan di atas, tidak berarti aturannya seperti itu. Artinya seorang konselor dengan kemampuan dan seni akan melakukan konseling dengan teknik-teknik yang bervariasi dan berganda (multi technique). Hal ini terjadi karena setiap klien berbeda kepribadian (kemampuan, sikap, motivasi kehadiran, temperamen), respon lisan dan bahasa badan sebagainya.
Pengertian teknik bervariasi dan berganda adalah: (1) bisa saja teknik di Tahap Awal digunakan di tahap pertengahan dan akhir. Sebagai contoh attending, empati, bertanya, dorongan minimal, bisa dipakai pada semua tahapan konseling; (2) respon konselor mungkin meliputi satu, dua atau lebih teknik konseling (multi technique).
Contoh 1
Konselor: “Bolehkah saya mendengarkan lebih rinci perasaan malas yang Saudara katakan tadi?” (bertanya terbuka, eksplorasi perasaan).
Contoh 2
Konselor: “Ya,…lalu…, mmh…, apa perasaan Saudara saat itu?” (dorongan minimal, bertanya eksplorasi perasaan.)
Contoh 3
Konselor: “Saya lihat Anda begitu gugup, dan saya memahami kecemasan Anda. Sebaiknya Anda jelaskan pengalaman Anda dengan orang tersebut.” (refleksi perasaan, empati primer, eksplorasi pengalaman).
Dari respon Konselor dalam contoh 1, 2, dan 3, masih dapat dimasukkan teknik attending dan empati (primer dan advance), sehingga akan manjadi lebih dari tiga teknik sekali respon (multi technique).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang konselor harus memiliki berbagai keterampilan atau teknik-teknik konseling yang digunakan dalam proses konseling. Keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor yaitu Perilaku Attending, Empati, Refleksi, Eksplorasi, Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing), Pertanyaan Terbuka (Opened Question), Pertanyaan tertutup (Closed Question), Dorongan minimal (Minimal Encouragement), Interpretasi, Mengarahkan (Directing), Menyimpulkan sementara (Summarizing), Memimpin (Leading), Fokus, Konfrontasi, Menjernihkan (Clarifying), Memudahkan (Facilitating), Diam, Mengambil inisiatif, Memberi nasehat, Pemberian informasi, Merencanakan, Menyimpulkan.
B. Saran
Penulis berharap bahwa dengan adanya pemaparan tentang keterampilan dalam konsleing, masyarakat dapat menggunakan jasa para konselor dan memberikan kepercayaan bahwa konselor dapat membantu masyarakat dalam pemecahan masalah melalui proses konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
May, Rollo. 2003. Seni Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arifin, HM. 2003. Teori-teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta: PT Golden Teravon Press.
Komentar