MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah psikologi
transpersonal
Disusun oleh :
Dedi Firmansyah
Hendra Komara
Ismiarti Triana
Siti Nurhabibah
Wiwin Yunita
Zeqi Adesyam
JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012
NIE....MAKALAHNYA...GOGOGO..GO
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Budhisme bukanlah kajian teoritis, namun di tunjukan untuk pengalaman
praktis . dalam sutra Budha berkata, “ Ajaran ku berisi tata cara mengakhiri
penderitaan yang muncul dari diskriminasi di tiga dunia ( the triple world );
dalam mengakhiri kelalaian, hasrat, tindakan; dan dalam kesadaran bahwa dunia
objektif adalalah manifestasi dari pikiran, persis sebuah visi”.
Karena itu, pada satu sisi Budha merupakan sebuah ajaran
agama yang dianut oleh para pemeluknya, namun pada sisi lain, ada ajaran Budha
yang sangat penting dalam meraih konsentrasi, ketenangan diri,
dan meditasi yang las dilakukan oleh siapa saja tanpa harus meyakini
ajaran Budha itu sendiri. Praktik itulah yang dinamakan amalan Zen.
Bayak
orang yang berpikir bahwa Zen merupakan sesuatu yang sulit, ini keliru. Huruf
Cina yang dipergunakan untuk “ Zen” berarti “ menunjukan kesederhanaan”en juga
dapat diungkapkan dengan kata “Dharma”, “ Jalan”, atau “ Diri”. Alasannya
adalah bahwa eksistensi segala sesuatu di planet Bumi ini adalah Dharma. Segala
sesuatu menjadi ada melalui kondisi, dan mereka menghilang karena kondisi
inilah yang disebut “ Hukum Kausalitas”. Dengan alasan tersebut, kita
menyebut hukum ini “ Budha-dharma”, atau Zen. Oleh karena itu, kita dapat
mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di Bumi sepenuhnya sama karena hukum
ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
Pada makalah kami yang berjudul ZEN, kami membahas tentang apa itu definisi zen, sejarah zen, metode zen dalam pencerahan, serta realitas
manusia dan zen bagi kehidupan.
C.
TUJUAN
Tujuan penulis membuat makalah berjudul “ Zen “ adalah :
Memberikan informasi kepada pembaca mengenai definisi zen, sejarah
zen, metode zen dalam pencerahan, serta realitas manusia dan zen bagi kehidupan.
Dan juga Sebagai pemenuhan tugas kelompok pada mata kuliah psikologi
transpersonal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Zen
Zen merupakan salah satu dari
ajaran Budhisme yang berasal dari India, yang menyebar melalaui Cina dan
Korea. Banyak orang yang sulit mengartikan makna zen sesungguhnya. Zen yang diambil
dari aksara Cina berarti "menunjukkan kesederhanaan". Ze adalah
ajaran yang sangat jelas dan singkat. Ada juga yang berpendapat bahwa zen merupakan
filosofi, dan bukanlah sebuah agama.
Menurut Suzuki, zen bukanlah filosofi karena
pemikiran zen bukanlah berdasarkan pada logika dan
analisis. Zen tidak pernah mengajarkan untuk berpikir secara
intelektual dan menganalisis. Pemikiran yang dihasilkan oleh seorang ahli zen selalu
diajarkan secara turun - temurun kepada muridnya demikian juga seterusnya. Jika
menyangkut bagaimana cara Zen menyebarkan ajarannya, yaitu
sama dengan yang dilakukan Sidharta. Hal ini didukung oleh
pernyataan, yang menyebutkan bahwa ajaran dari Budha sendiri diturunkan kepada
murid – muridnya secara langsung dan turun – temurun.
Pengajaran Bodhidharma tentang zen adalah perbuatan baik
saja tidak cukup tetapi melalui perbuatan baik akan mendorong kemurnian
moral dimana menjadi suatu syarat yang mutlak bagi pencerahan.
Zen memiliki tiga arti yang berbeda namun berkaitan. Chrismas Humpeyrs
dalam key kit, mengatakan bahwa:
Pertama, zen berarti
meditasi. Zen adalah istilah Jepang mengungkapkan Bahasa
cina Chan, yang bila ditelusuri berasal dari Bahasa Sanskerta Dhyana.
Ini adalah arti yang paling umum dari istilah tersebut. Kedua, dalam
arti khusus zen adalah nama dari kekuatan absolut atau
realitas tinggi yang tidak dapat disebutkan dengan kata – kata. Ketiga,
dalam arti yang lebih khusus zen adalah pengalaman mistis akan
keabsolutan kekuatan tersebut, suatu kesadaran, tiba – tiba dan diluar batasan.
Pengalaman mistis ini biasanya disebut kesadaran atau wu dalam
Bahasa Cina dan satoridalam Bahasa Jepang.[1]
Ketiga arti zen tersebut saling berkaitan. Meditasi, arti
umum adalah cara utama untuk mendapatkan pengalaman langsung dengan realitas
tertinggi, dan mungkin orang yang melaksanakan meditasi akan mengalami
pemahaman realistas kosmis ini dalam situasi yang penuh inspirasi saat
mengalami kesadaran spiritual.
Zen adalah disiplin dalam
pencerahan. Tujuan dari pelatihan zen ini adalah membuat kita menyadari
apa sesungguhnya zen dalam pengalaman kita sehari – hari dan apa yang
tidak dapat kita peroleh dari luar. Zen adalah bentuk Budhisme sebagai
penyebaran hati atau pikiran Budha. Anesakimenyatakan bahwa pada
awalnya meditasi merupakan salah satu dari tiga bagaian latihan penganut Budha.
Ketiga latihan tersebut yaitu berupa latihan kebatinan, disiplin moral dan
kebijaksanaan.
Selain itu jika menyangkut apa yang ada didalam zen, bahwa
pengalaman pribadi adalah segalanya dalam zen. Karena untuk
mendapatkan pengertian paling mendasar tentang sesuatu , maka harus dialami
sendiri. Pengalaman merupakan hal yang mendasar dalam Zen. Pengalaman merupakan
jawaban dari semua teka-teki kehidupan. seperti halnya dalam menjalani hidup,
seseorang akan mengerti dengan kehidupan apabila ia telah menjalaninya, dan
selama menjalani kehidupan tersebut akan begitu banyak pembelajaran yang di
dapat.
Pendekatan zen terhadap realitas tidak sering dengan
pendekatan ilmiah yakni menghindarkan penalaran logis, karena penalaran logis
mengakibatkan kerangka pemikiran hidup mendua artinya suatu pemikiran yang
selalu bertentangan antara subjek dengan objek atau berorientasi pada adanya
dua prinsip kehidupan yang saling bertentangan.
Nilai ajaran zen digunakan oleh orang Jepang sebagai
konsep pemahaman terhadap alam dan isinya, yakni tidak terlepas dari kewajaran
atau bersifat alami antara lain ; (1) kesederhanaan, (2) ketidak-sempurnaan,
dan (3) ketidak-abadian. Nilai nilai tersebut terekspresi dalam konsep dasar
pemahaman estetika wabi - sabi. Bagi orang jepang ajaran zen Budhisme
diekspresikan melalui konsep estetika wabi - sabi yang
digunakan sebagai acuan dalam berpedoman, menatur dan juga sebagai pengendali
dalam mencipta maupun memahami suatu karya seni. Makna dari wabi -
sabi itu sendiri adalah kepasrahan (seijaku) dan ketulusan
dalam menghadapi pergantian waktu, sehingga rasa ketulusan dan kepasrahan
tersebut bagi orang Jepang diekspresikan ke dalam karya seninya dengan
melukiskan situasi keadaan hening, tenang dan diam.
Sehingga dapat dikatakan Zen Buddhisme adalah sebuah aliran yang menekankan
pentingnya meditasi dan mengkhususkan diri dalam hal itu. Zen yang mewakili
puncak spiritualitas dalam agama Buddha adalah berintikan tentang transimi jiwa
ajaran Buddha yang bersifat istimewa.[2]
B.
Sejarah Zen
Kata Zen diturunkan dari akar kata Cina
"Ch'an", artinya "Meditasi". Kata Ch'an sendiri adalah
kependekan dari kata "Ch'an-Na", yang berasal dari kata Sansekerta
"Dhyana" atau kata Pali "Jhana". Beberapa orang juga
menganggap Zen sebagai agama dan filsafat. Dari sudut pandang sejarah,
kemunculan zen berakar dari ajaran Buddhisme Mahayana. Ajaran zen pertama kali
dibawa ke Cina pada awal abad ke-6, oleh seorang pendeta India yang bernama
Bodhidharma (470-543). Bodhidharma adalah seorang pendeta yang mengajarkan
Buddhisme lewat metode Meditasi. Sehingga, Bodhidharma dianggap sebagai
perintis ajaran Zen. Banyak sekali cerita yang muncul mengenai Bodhidharma,
salah satunya adalah ketika Bodhidharma mencabut kelopak matanya lalu
membuangnya karena merasa kelopak mata itu selalu membuatnya tertidur ketika
Meditasi. Kelopak mata tersebut, kemudian berubah menjadi pohon teh.
Dengan banyaknya cerita mengenai kehebatan pendeta ini,
maka banyak orang yang ingin berguru padanya. Hanya saja Bodhidharma hanya mau
menerima murid yang bersungguh-sungguh ingin mendalami ajaran dan mengikuti
jejak sang Budha.
Kata Zen adalah logat
Jepang dari perkataan Cina Cha’an, yang merupakan terjemahaan lebih lanjut dari
perkataan sansekerta dhayanayang berarti meditasi (semadi) yang
menghasilkan wawasan yang mendalam.
Seperti penganut Mahayana
lainnya, pengikut aliran zen Budhisme ini mengatakan bahwa, paham mereka
bersumber langsung dari Gautama sendiri. Ajaran beliau yang tercantum dalam
kitab Hukum agama berbahasa Pali adalah ajaran yang di ikuti banyak
orang. Namun para pengikut Budha yang mempunyai pandangan yang lebih luas,
memperoleh dari gurunya sudut pandang yang lebih tinggi, contoh yang
paling tua dari hal ini di temukan dalam “ Khotbah Sekuntum Bunga” Sang Budha.
Sewaktu berdiri di puncak sebuah bukit yang dikelilingi oleh para muridnya,
pada kesempatan itu Sang Budha tidak menggunakan kata-kata. Beliau hanya
memegang tinggi-tinggi sekuntum bunga teratai keemasan. Tidak
seorangpun yang memahami makna gerakan yang gamblang itu kecualiMahakasyapa,
yang dengan senyum kecilnnya menunjukan bahwa ia memahami butir ajaran
tersebut.[3] Oleh
karena itu Budha pada masa hidupnya, menurut aliran chan tidak memberikan dan
membukakan ilmu tertinggi itu kepada siapapun juga kecuali ia di
angkat sebagai pengganti Budha. Menurut silsilah didalam aliran Chan
Mahakasyapa merupakan First Patriach (imam pertama), seorang
murid yang yang di pandang Sang Budha Gautama sanggup memahamkan simbol yang
dipakai oleh beliau. Aliran Zen ini merupakan pecahan dari aliran Mahayana. ,
yang memiliki arti perahu besar, maksud dari perahu besar adalah Aliran Chan di
Tiongkok itu dikenal di India dengan aliran Dhyana dan di jepang dikenal dengan
aliran Zen. Dhyana itu bermakna: meditasi ( Samadhi ). Chan dan Zen itu
prubahan bunyi dari Dhyana, menurut dialek Tiongkok dan dialek Jepang.
Ajaran zen pertama kali
dibawa ke Cina pada awal abad ke-6, oleh seorang pendeta India yang bernama
Bodhidharma (470-543). Bodhidharma adalah seorang pendeta yang mengajarkan
Buddhisme lewat metode Meditasi. Sehingga, Bodhidharma dianggap sebagai
perintis ajaran Zen. Banyak sekali cerita yang muncul mengenai Bodhidharma,
salah satunya adalah ketika Bodhidharma mencabut kelopak matanya lalu
membuangnya karena merasa kelopak mata itu selalu membuatnya tertidur ketika
Meditasi Kelopak mata tersebut, kemudian berubah menjadi pohon teh.
Bodhidharma datang
ke Tiongkok pada masa dinasti Liang (502-557M), beliau mula-mula sampai di
Nanking. Sebenarnya apa yang diajarkan oleh Bodhidharma tidak
menitik beratkan teori-teori, yang penting adalah pengertian dan intuisi
dari seorang siswa yang timbul dari dalam batinnya sendiri di dalam usaha penghayatan
terhadap Buddha Dharma di samping adanya ketekunan di dalam
meditasi dengan banyaknya cerita mengenai kehebatan pendeta ini, maka
banyak orang yang ingin berguru padanya. Hanya saja Bodhidharma hanya mau
menerima murid yang bersungguh-sungguh ingin mendalami ajaran dan mengikuti
jejak sang Budha. Bodhidharma menurunkan ajarannya Dhyana kepada muridnya,
Hui Khe yang menjkadi sespuh kedua aliran Cha’n di Cina. Demikian seterusnya,
hingga dikenal enam sesepuh yaitu:
- Bodhidharma
- Hui Khe
- Shen Chie
- Tao Sin
- Hung Jen
- Hui Neng
Setiap agama yang
telah mengembangkan bahasa yang canggih sampai taraf tertentu mengakui bahwa
kata-kata dan akal manusia tidak dapat mencapai kenyataan yang sesungguhnya.,
jika bukan merusak kenyataan itu sendiri. Kekhususannya terletak pada kenyataan
bahwa aliran ini amat menyadari keterbatasan bahasa dan akal manusia, sehingga
aliran ini mencurahkan perhatian pokoknya untuk mencari cara mengatasi
keterbatasan bahasa dan akal tersebut. Hubungan Zen dengan akal ada dua: yaitu
pertama, logika dan penjelasan Zen hanya dapat dimengerti dari sudut tinjauan
pengalaman yang secara mendasar berbeda dari pengalaman kita biasa. Dan yang
kedua, para guru besar Zen bertekad kuat agar para siswanya benar-benar
memperoleh pengalaman tersebut secara langsung. Dan bukannya digantikan oleh
kata-kata.
Ada tiga (3) jalan yang
biasa ditempuh dalam latihan Zen, yaitu 'Zazen' yang berarti meditasi
duduk, yaitu sikap merenung yang mendalam dengan cara diam berjam-jam dan
bahkan berhari-hari. Sikap mana dilanjutkan dengan 'Koan' yang berarti
konsentrasi akan suatu masalah tertentu, suatu masalah yang sulit yang
sebenarnya tidak bisa dijawab, tetapi bisa direnungkan. Sikap mana kemudian
dilanjutkan dengan 'Sanzen', yaitu bimbingan mengenai soal-soal
meditasi. Bila ketiga jalan ini dapat dijalankan dengan baik, seseorang akan
memasuki keadaan pencerahan 'Satori', yaitu suatu situasi santai yang
baru sekali ini dirasakan, satori adalah suatu pengalaman intuisi, pengalaman
mistik bahwa ia tidak lagi berpribadi (an-atta/an-atman).
"Cara terbaik untuk
merasakan Zen yang benar dan mencapai satori adalah dengan meletakkan jasmani
dalam keadaan keseimbangan sempurna, sehingga keseimbangannya yang teratur
menghilangkan keberadaannya dari batin, seperti gigi tidak akan diperhatikan
bila sehat dan seorang teman yang benar-benar berkorban tidak pernah
memperhatikan pengorbanannya. Untuk mencapai keadaan yang seimbang ini, kita
ikuti aturan hidup fisik tertentu: pertama-tama buatlah postur yang benar,
kemudian aturlah nafas dan akhirnya tenangkan batin."
Aliran Zen itu bersikap
agak bebas terhadap mempelajari berbagai Mahayana-sutras, tidak hendak
mengikatkan diri kepada sutras tertentu. Begitupula terhadap aliran filsafat
didalam mazhab Mahayana. Bahkan tidak hendak memperbincangkan secara serius.
Aliran Zen itu lebih mengutamakan pendekatan secara intuitif[4] bagi
mencapai kesadaran tertinggi.
Titik berat ajarannya
lebih mengutamakan disiplin, yakni ketaatan dan khidmat yang sepenuhpenuhnya
kepada sang guru, Cuma sang guru saja secara resmi dan pasti dapat menuntun
seseorang murid kepada pencerahan dan kebenaran, guna mencapai
kepribadian-Budha. Aliran Zen berpendirian bahwa kepribadian-Budha itu hidup
membenam dalam diri manusia, dan melalui renungan di dalam semadi, maka kepribadian
Budha itu dapat dilihat.
Isi kepribadian-Budha itu
ialah kekosongan ( sunyata), yakni, kosong dari setiap ciri-ciri khusus. Alam
lahir dengan seluruh ciri-ciri khusus itu Cuma tipuan-khayal (maya) belaka.
Jalan satu-satunya bagi mendekaati kebenaran terakhir itu ialah melalui
samadhi, yang terbagi dalam dua macam:
(1).Tathagatha-Meditation, yaitu cara samadhi dari Budha
Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.
(2.) Patriarchal-Meditation, yaitu cara samadhi yang
diajarkan Patriach Bodhidarma, meniadakan pemikiran dan memusatkan kesadaran
rohani bagi mencapai kepribadian-Budha.
C.
Metode Zen dalam (menuju) Pencerahan
Ada ujar – ujar yang mengatakan bahwa ”realisasi sejati
adalah praktik yang mengagumkan ”. Yang artinya, tidak perlu ada pembedaan yang
harus dibuat antara realisasi pencerahan (satori) dan pengembangan Zen dalam
meditasi dengan tindakan. Meski seseorang dapat menyangka bahwa praktik Zen
akan berujung pada pencerahan, sangkaan tersebut tidak sepenuhnya benar.
Praktik Zen bukanlah praktik – praktik yang mempunyai tujuan akhir. Dan karena
ia tidak mempunyai tujua akhir, maka itulah pencerahan yang tidak berketujuan
(the aimless), kehidupan serba cukup diri (self-sufficient life) dari
”keabadian masa kini” (external now). Karena praktik yang mempunyai tujuan
kahir adalah seperti memusatkan satu mata pada praktik dan satu mata lainnya
pada tujuan akhir yang itu berarti kurang adanya konsentrasi dan
kesungguhan.Disini dengan kata lain, seseorang tidak perlu mempraktikan Zen
untuk menjadi seorang Budha, seseorang mempraktikan karena sejak semula ia
adalah seorang Budha- dan ”realisasi sejati” adalah titi pijak kehidupan Zen.
Realisasi sejati dalah ”tubuh” dan praktik yang mengagumkan adalah penggunaan.
Keduanya terhubung secara berurutan ke prajna,kebijaksanaan,
dan karuna atau aktivitas empatik Bodhisatwa yang tercerahkan dalam dunia lahir
dan mati.
Mungkin akan terlihat sangat aneh dan tidak masuk akal
bahwa seseorang yang kuat dan terpelajar harus duduk diam terus – menerus
selama berjam – jam. Mentalitas barat akan merasa bahwa haltersebut hanyalah
membuang – buang waktu yang sangat berharga, meskipun manfaatnya akan sangat
terasa dalam menumbuhkan kesadaran dan keuletan. Meskipun dunia Barat mempunyai
tradisi kontemplatif dala gereja katolik, tradisi ”duduk dan lihat” tidaklah
populer. Karena menurut pandangan mereka, hal tersebut tidaklah memajukan duna
, dan susah untuk membayangkan bagaimana dunia bisa maju dengan tetap diam.
Padahal, seharusnya sudah jelas bahwa tindakan tanpa kebijaksanaan, tanpa
kesadaran jernih terhadap dunia, tidak akan pernah dapat memajukan apa-apa.
Apalagi, seperti halnya cara terbaik dalam membersihkan air yang kotor adalah
denga membiarkannya, dapat dikatakan bahwa mereka yang duduk diam dan tidak
melakukan apa-apa adalah salah satu sumbangan terbaik guna mengatas dunia yang
kacau.
D.
Realitas Manusia dan Zen dalam Kehidupan
Merupakan hal yang menyenangkan bahwa kita tidak hanya
mendengar Zen, tapi juga melihatnya.”Satu penampakan lebih berharga dari ribuan
perkataan”, begitu bunyi sebuah pepatah, dan disini pengekspresian zen akan
saya coba munculkan dalam kesenian dimana merupakan jaln untuk memahami Zen
secara langsung. Zen yang juga
terpengaruh sekaligus bercirikan Taoisme berpengaruh terhadap kesenian,
kesusteraan dan juga sikap dalam menghadapi kehidupan. Disini bentuk kesenian
yang terungkapkan oleh realitas pengaruh Zen tidaklah bersifat simbolis seperti
pada bentuk-bentuk kesenian budha lainnya. Meski bentuk kesenian mereka
menunjuk Sang Budha, atau kepada para sesepuh dan guru Zen, bentuk kesenian
yang mereka ciptakan secara khas sebenarnya membumi dan sangat mudah dimengerti
oleh manusia lainya. Apalagi kesenian Zen tidaklah sekedar suau representasi.
Bahkan dalam lukisan, kerja – kerja kesenannya tidak hanya mempresentasikan
alam, bahkan menjadi kerja lam iut sendiri. Karna teknik yang dipakai adlaah
”seni yang tidak berkesenian” (the art of artlessness), atau yang disebut Sabro
Hasegawa sebgai ”kebetulan yang terkontrol ” (controlled accident) sehingga lukisan
yang dibuat akan sama alaminya dengan batu dan rerumputan yang dilukiskan.
Bentuk kesenian barat muncul dari tradisi – tradisi
filosofis dan spiritual diana spirit yang diungkap dibedakan dari alam. Seperti
datang begitu saja dari surga melakukan kerja seni, bak akal intelektual
”mengolah” alam. Karenanya Malraux selalu bicara mengenai para seniman yang
”menaklukkan” medianya seolah – olah seperti penjelajah dan ilmuwan yang selalu
bicara untuk menaklukkan gunung dan menaklukkan ruang. Hal ini bagi orang
Jepang atau Cina terdengar sebagai suatu ekspresi yang aneh. Karena ketika kita
misal mendaki gunung, Anda hanya mendaki gunung, anda hanya mendaki sejauh kaki
Anda mempu melangkah, dan ketika melukis, itu juga sangat tergantung pada
kemampuan tangan anda.
Kehidupan yang tak berketujuan juga menjadi tema tetap
kesenian Zen, pengekspresian batin seniman yang tak kemana-mana dalam momen
yang tak berwaktu. Seluruh manusia sebenarnya mempunyai momen-momen tersebut,
dan hal ini seperti ketika mereka menangkap pandangan yang hidup tentang dunia
yang lepas dari intervensi, misal merpati yang terbang beriringan di balik
awan, cicitan suara burung yang berada dibalik hutan dan sebagainya. Dalam alam
pikiran kesenian zen, semua bentuk pemandangan alam, setiap sketsa bambu yang
bergoyang ketika ditiup angin, merupakan gaung dari momen – momen seperti itu.
Momen yang didapat dalam keadaan seperti itu yang menjadi
pengekpresian manusia terhadap Zen. Momen yang didapat dari suasana hening dan
tenang disebut sebagai sabi .Ketika seniman merasa
sedih,dan dalam perasaan kosong yang ganjil itu ia menangkap pandangan sekilas
mengenai sesuatu yang lebih dan tidak berpretensi dalam hakikat yang luar bisa
, hal itu disebut wabi . Dan ketika intensitas
perasaan tersebut semakin meningkat, kesediahan nostalgia, terhubung dengasn
musim gugur dan melenyapnya dunia, maka hal itu disebut aware . Dan jika pandangan ini
tercipta dari persepsi mendadak mengenai sesuatu yang misterius dan aneh,
membawa ke sebuh tempat yang tak diketahui dan tak pernah ditemukan sebelumnya,
perasaan ini disebut yugen . Perasaan diatas adalah Zen
dalam persepsinya mengenai momen – momen kehidupan yang tak berketujuan.
Hal lain selain berkesenian juga terlehat dalam berkebun
misal, gaya berkebun yang sesuai dengan Zen tentu saja bukan seperti lanskap
imitasi penuh hiasan dengan patung bangau – bangau perunggu dan
miniatur-miniatur pagoda. Maksudnya bukanlah untuk membuat ilusi realistik
mengenai lanskap tersebut, tapi biasanya lebih pada suasana umum mengenai ”gunung
dan air” dalam sklala yang lebih kecil, sehingga pengaturan desain kebun
terbaik itu lebih bernuansa bahwa tangan manusia hanyalah ”membantu” bukan
mengatur sepenuhnya. Unutk mendapatkan suatu hal yang alami biasanya para
tukang kebun Zen harus merawat, memelihara kebun tersebut dengan cermat, lebih
cermat dari sekedar mengikuti bentuk ”kesengajaan yang tidak disengaja”, bahkan
sekalipun kebun tersbut selalu mendapatkan perawatan yang sangat hati-hati dan
cermat. Disini fakta yang terjadi adalah tukang kebun yang tak pernah berhenti
untuk memotong memangkas dan melatih tanaman-tanamannya, tapi ia melakukannya
dengan spirit menjadi satu dengan kebunnya, bukan bretindak sebagai sosok
diluar kebun sendiri. Ia tidak terpengaruh oleh alam karenaia adalah alam itu
sendiri, dan ia menggemburkan seolah-olah ia tidak menggemburkan. Akibatnya,
kebun tersebut mula-mula terlihat seperti artifisial, tapi lama kelamaan
menjadi sangat alami.
Lalu hal lain yang perlu dicermati, dalam bernafas.
Pernafasan yang disebut ”normal” biasanya meresahkan dan menggelisahkan. Udara
biasanya tertahan dan tak sepenuhnya dilepaskan, dan sepertinya manusia tak
mampu untuk ”membiarkan” udara tersebut dilepaskan keseluruhannya. Manusia
umumnya bernafas secara kompulsif, bukannya secara bebas. Teknik pernafasan
yang benar biasanya dimulai dengan menghembuskan nafas sepenuhnya – melepaskan
udara begitu rupa seolah-olah tubuh kita dikosongkan dari udara oleh sebuah
bola timah besar yang dibenamkan diantara dada dan perut. Penarikn nafas dilakukan
dengan tindakan refleks yang sederhana. Udara tidak secara aktif dihirup,
dibiarkan datang begitu saja dan ketika paru-paru telah terisi penuh secara
nyaman , maka penghembusan nafas seperti yang telah dijelaskan diatas diulangi
lagi, dan begitu seterusnya.
Seseorang mungkin dapat mengatakan bahwa cara bernafas
seperti itu merupakan aspek fisiologis. Jika mengingat bahwa dalam semua asek
Zen selalu menekankan untuk tidak berusaha terlalu keras, dengan alasan ini
biasanya para pemula akan mengalami sedikit kesulitan mengatur pernafasannya
kecuali jika tetap menjaga kesadarannya. Disinilah ketika Zen berpengaruh bahwa
untuk keselarasan, sebuah kesalahan serius untuk melakukannya dalam spirit dan
disiplin kompulsif yang harus dilaksanakan dengan tujuan dalam kepala. Apalagi
jika orang berusaha untuk melihat, atau berusaha untuk mendengar padahal harus
kita ingat bahwa nafas selalu berjalan dengan sendirinya. Ia bukanlah sebuah
“latihan” pernafasan sebagaimana”melihat dan membiarkan” bernafas.
Banyak sekali hal – hal yang menjadi realitas
kita(manusia) terhadap Zen yang mungkin juga kita tidak sadari telah kita
lakukan, namun hanya semua berjalan belum pada sebuah penyatuan dengan alam
namun memeliki tujuan tertentu untuk mendapatkan hasil. Jiwa kita yang benar
adalah jiwa besar dan badan kita yang benar adalah badan realitas. Pengungkapan
“realitas” tersebut adalah tujuan dari Budhisme Zen. Jika ditanya tentang arti
kehidupan, realitas jiwa,asala mula alam, Budha menunjukkan “sikap diam yang
mulia” ( noble silence ). Ini juga cara Zen. Hingga
nantinya para pengikut Zen dapat menemukan hakekat relitas itu sendiri dimana
suatu kondisi yang mengatrasi segala pertentangan. Denagan jalan ini pengikut
Zen terdorong ke pegalaman pribadi, ke realisasi kesatuan hidup yang memberi
iluminasi (penerangan) menuju pencerahan.
BAB III
KESIMPULAN
Zen merupakan bagian dari kegiatan agama budha, kemudian untuk definisi zen
itu sendiri ada yang mengatakan meditasi dan ada juga yang mengatakan
pengalaman mistik.
Ajaran jen muncul pertama kali dari ajaran Buddhisme
Mahayana. Ajaran zen pertama kali dibawa ke Cina pada awal abad ke-6, oleh
seorang pendeta India yang bernama Bodhidharma (470-543). Bodhidharma adalah
seorang pendeta yang mengajarkan Buddhisme lewat metode Meditasi.
Dalam metode zen biasa nya seseorang
akan duduk diam, kemudian memfokuskan fikiran dengan ulet dan pemnuh
kesabaran. Kemudian melakukan gerak-gerak tangan tertentu. Fungsi realitas dari zen itu sendiri mereka
mmenganggap bahwa dengan adanya melakukan zen akan merasakan moment kenyamanan,
hening dan juga penuh ketenangan yang disebut sabi.namun pengalam zen itu
sendir tidak bisa disamakan dengan pengalaman orang lain, karena setiap orang
pengalaman dan pemaknaannya sangat berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Joesoef Sou’yb. Agama-agama Besar di Dunia.Jakarta.Pt
Al Husna Zikra.1991
Huston Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan
Obor Indonesia.2001
Sekkei Harada. Hakikat Zen.Jakarta.PT.Gramedia
Pustaka Utama.2003
Albert Low. Zen and The Sutra.Jogjakarta.Ar-ruzz
Media.2000