LATAR BELAKANG MASALAH MANUSIA MODERN
Oleh : Aris Restyana
Ilmu pengetahuan teknologi yang dialami oleh manusia sekarang ini tidak sedikit dampak negatifnya terhadap hidup dan prilaku manusia baik ia sebagai makhluk yang beragama maupun sebagai makhluk individu sosial. Dampak negatif yang sangat bahaya adalah kecenderungan mereka berfikir bahwa yang dapat membahagiakan hidupnya adalah nilai material. Sehingga manusia terlampaui mengejar materi dan meninggalkan nilai-nilai spiritual. Sehingga gaya hidup mereka materialistis dan hedonis.
Manusia pasti salah kendali dan kehilangan arah jika hilangnya nilai spiritual yang ditinggalkan. Mereka hidup di dunia serasa mendunia dan ingin memiliki dunia maka untuk mendapatkan dunia mereka menghalalkan berbagai macam cara, misalnya perampasan hak orang lain, perampokan, pencurian, bahkan bisa sampai kepada pemerkosaan atau pula pembunuhan nyawa orang lain. Yang pada akhirnya jika mereka terlampaui mengejar dunia tetapi mereka tidak mendapatkanya maka mereka akan mengalami ketegangan jiwa, defresi atau setres. Begitupula jika mereka telah di limpahi dunia dengan berbagai macam kelimpahan harta yang dimiliki kemudian Allah menguji dengnan menguji mengambil harta dunia itu di tangannya mereka pun juga akan mengalami setres, karena mereka serasa memiliki harta dunia padahal itu hanya titipan semata. Yang pada kahirnya mereka akan menderita penyakit rakus dan setres yang imam al Ghazali sebut dengan min alamati maradlil qulub.
Solusi untuk mengatasi penyakit manusia itu adalah dengan menanamkan diri untuk bersikap sederhana dan merasa berkecukupan atau disebut dengaan Qana’ah dan Zuhud. Dalam hadits lain dikatakan:
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ هُدِيَ اِلَى الْاِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَفَ وَقنَعَ بِهِ "Sungguh telah bahagia orang yang diberi hidayah islam", diberi rizki yang cukup, dan menerima apa adanya atas rizki yang di ksaihkan. Dalam hadits ini jelas bahwa ketika seseorang bisa menerima apa adanya dia akan mendapatkan kebahagiaan. Dalam hadis lain nabi bersabda:
لَيْسَ الزَّهَدَةُ بِتَحْرِيْمِ الْحَلاَلِ وَلَا فِى اِضَاَعَةِ الْمَالِ وَلَكِنِ الزَّهَدَةُ اَنْ لاَ يَكُوْنَ بِمَا فِي اَيْدِكَ اَوْثَقَ مِنْكَ بِمَا فِى اَيْدِ اللهِ وَ اَنْ يَّكُوْنَ مُصِيْبَةً اِذَا
اُصِبْتَ بِهَا اَرْغَبَ مِنْكَ لَوْ اَنَّهَا اُبْقِيَتْ لَكَ
"Bukanlah yang disebut dengan zuhud mengharamkan harta yang halal, tidak menghamburkan harta, melainkan yang disebut dengan zuhud adalah janganlah sesuatu ynag berada di tanganmu lebih kau sukai dibanding dengan sesuatau yang berada di sisi Allah, dan pahala musibah lebih kau sukai di banding harta yang hilang tersebut berada di tanganmu. Jika sifat Qana’ah dan Zuhud ini tertanam dalam jiwa manusia pasti jiwa manusia tersubut akan bisa hidup dengan bahagia".
Komentar